Ketua Komisi C DPRD DKI Menilai Penetapan NJOP Reklamasi Dinilai Sudah Sesuai Aturan
Santoso menerangkan keputusan BPRD menetapakan NJOP sebesar Rp 3,1 juta per meter melalui hasil penilaian KJPP yg proporsional
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Komisi C DPRD Provinsi DKI Jakarta, Santoso menegaskan bahwa dalam penetapan NJOP Pulau Reklamasi pantai utara Jakarta Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) telah berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Jakarta dan Peraturan Gubernur Nomor 146 Tahun 2014 yang menjelaskan perizinan prasarana reklamasi di Teluk Jakarta yang mengacu pada Perpres Tahun 2012 di mana KKP berwenang mengurus reklamasi.
Ia menambahkan penilaian NJOP melalui Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) sudah sesuai dengan Peraturan Daerah No. 16 tahun 2011 tentang Pajak Bumi Bangunan, Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
"Jadi dalam penetapan NJOP Pulau Reklamasi BPRD telah berpedoman pada Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur yang berlaku. BPRD juga menggunakan KJPP yang independen," ujar Santoso di Jakarta, Sabtu (11/11/2017).
Santoso menerangkan keputusan BPRD menetapakan NJOP sebesar Rp 3,1 juta per meter melalui hasil penilaian KJPP yang proporsional dan independen sudah melalui beberapa pertimbangan yakni dari sisi legalitas dan segi manfaat.
"Kita sudah pernah undang KJPP kita tanyakan kenapa bisa sampai nilanya cuma Rp. 3,1 per meter sementara daerah di sekitarnya sudah bisa sampai diatas Rp. 15 juta. Mereka menjelaskan karena pada saat melakukan penilaian tanah masih hamparan tanah dan belum ada infrastruktur dan ada papan pengumuman disitu bahwa di tanah itu atau di pulau itu tidak boleh ada pembangunan. Jadi KJPP dalam menghitung (NJOP Pulau Reklamasi) tidak melihat bahwa tanah itu berfungsi atau bermanfaat untuk pembangunan karena ada larangan,” terang Santoso
Namun setelah moratorium pulau reklamasi dicabut maka akan dilakukan penilaian kembali. Santoso meyakini bahwa nilai NJOP sebesar Rp. 3,1 juta per meter tersebut belum final. Pasalnya, BPRD akan meminta second opinion untuk melakukan penghitungan ulang dan dalam surat keputusan NJOP oleh BPRD terdapat klausul apabila terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan dilakukan perbaikan seperlunya.
"BPRD telah meminta second opiniion ke Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Direktur Jenderal Kekayaan Negara ( DJKN ) untuk menilai ulang penghitungan dalam kondisi moratorium sudah dicabut yang akan dilakukan awal tahun depan setelah APBDnya sudah ditetapkan,” paparnya.
Sementara, Kepala BPRD DKI Jakarta, Edi Sumantri hingga saat ini belum dapat memberikan keterangan terkait penetapan dirinya sebagai saksi atas kasus proyek reklamasi Teluk Jakarta.
"Tentu saya sebagai warga negaraa taat hukum akan kooperatif untuk memberikan keterangan sebagai saksi. namun dalam rangka menghormati proses penyidikan maka saya belum bisa memberikan pernyataan terkait saya sebagai saksi. Akan tetapi insyallah semua sudah sesuai aturan,” kata Edi ketika dihubungi.
Lebih lanjut dirinya menyatakan akan memenuhi panggilan polisi lebih awal dari yang dijadwalkan dikarenakan Edi harus menghadiri rapat paripurna pada tanggal 15 November nanti.
"Jadwal saya semula tanggal 15 November 2017. Namun ternyata tanggal tersebut berbarengan dengan rapat paripurna visi misi gubernur. Saya sudah memohon ke pihak kepolisian agar jadwal untuk dimajukan Senin 13 November 2017,” pungkas Edi.