Janda-janda 'Menjerit' di Depan Kantor Kemenhub, Ada Apa?
Melinda menyebut, seluruh anggota Ratu Online Community yang berjumlah 20 pengendara taksi daring menolak kebijakan Kemenhub.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ratusan pengemudi taksi daring melangsungkan aksi unjuk rasa di depan kantor Kementerian Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (29/1/2018).
Hari ini, ratusan pengemudi taksi daring menggelar aksi demi menolak penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Penolakan itu juga dilakukan oleh Ratu Online Community. Mereka adalah komunitas pengemudi taksi daring dari kalangan perempuan.
Melinda (47) merasa keberatan karena harus melakukan uji kelaikan kendaraan (KIR), harus memiliki SIM A umum, dan juga harus memasang stiker tanda taksi online di kendaraannya.
"Itu memberatkan, karena ini kan' mobil kita sendiri, sendiri, mobil kita kok diribetin," ujar Melinda di depan kantor Kemenhub, Jalan Medan Merdeka Barat, Senin (29/1/2018).
Melinda menyebut, seluruh anggota Ratu Online Community yang berjumlah 20 pengendara taksi daring menolak kebijakan Kemenhub. Anggota kelompok ini, hampir seluruhnya sudah tak bersuami alias janda.
Baca: Mendagri Jadi Narasumber Dalam Rakor Baintelkam Polri
"Kita para janda independen, yang suaminya sudah meninggal, ciptakan lapangan sendiri. Harusnya pemerintah tidak memberatkan kita dong," ujar Melinda.
Sementara Anissha (33) menceritakan, dirinya sudah memiliki dua anak tapi sudah ditinggal pergi suaminya terlebih dahulu. Kini, ia menjadi tulang punggung keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya itu.
Beruntung, dia bisa mendapatkan uang untuk membeli mobil agar bisa digunakan untuk taksi daring. Dari usahanya itu, mencukupi kebutuhan hidupnya meski hasilnya tidaklah banyak.
Perempuan yang sudah setahunan lebih menjadi driver taksi online itu menerangkan, adanya Permenhub 108 itu, tentu membuatnya semakin susah melakukan pekerjaannya sebagai driver angkutan online.
"Kami menolak keras permenhub 108 karena memberatkan, kenapa malah dibikin susah dengan dibenturkan aturan itu," ujarnya.
Dia membanting tulang, pergi bekerja sejak pukul 03.00 WIB hingga tengah malam. Dan semua usahanya itu dilakukan secara mandiri serta independen, hanya bermodalkan aplikasi saja. Namun, mengapa dia harus dibuat susah oleh pemerintah.
"Kami ini rata-rata janda, termasuk saya karena suami sudah meninggal. Kita buat lapangan kerja sendiri dan seharusnya itu pemerintah kasih peluang dong, tapi malah membuat susah," tuturnya.
Dia menuntut Kemenhub menghapus Permenhub 108 tersebut. Sebab, setiap hari saja dia pun sudah kerap susah saat melakukan pekerjaannya, seperti kerap bertemu dengan penumpang yang usil, yang kerap membayar dengan tidak pas, dan lainnya.
"Kita kerja saja sudah sering susah, ini dibuat susah kembali, kan mobil pribadi, buat apa harus pakai SIM kendaraan umum lagi? Buat apa lagi harus uji KIR? Buat apa lagi pembatasan kuota, kita dapat penumpang saja suka susah," ujarnya.