Ketahanan dan Kedaulatan Pangan Jadi Ancaman Bila Pertanian tak Dibenahi kata Moeldoko
Ketahanan dan keamanan pangan merupakan isu penting di dunia sejalan dengan pesatnya pertumbuhan populasi global.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketahanan dan keamanan pangan merupakan isu penting di dunia sejalan dengan pesatnya pertumbuhan populasi global. Ketahanan dan kemanan pangan merupakan faktor kunci bagi banyak aktivitas ekonomi di dunia.
Perbaikan teknologi dan inovasi pada bidang pertanian tentu akan menciptakan peluang dan peningkatan produktivitas pertanian menuju kedaulatan pangan dan keamanan negara.
Menurut Ketua Umun Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, sehebat apapun persenjataan sebuah negara, keamanannya akan terancam bila sektor pangannya rapuh. Oleh karena itu sektor pertanian harus mendapat perhatian serius agar segera dibenahi.
"Ketahanan dan kedaulatan pangan bisa jadi ancaman serius bila petani dan pertanian tidak dibenahi," ujar Moeldoko Kantor Sekretariat DPN HKTI, Jl HOS Cokroaminoto, Jakarta, Kamis (15/3/2018).
Menurutnya, ada empat komponen utama ketahanan pangan. Yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, pemanfaatan pangan, dan stabilitas pangan.
"Ketersediaan pangan adalah kemampuan memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar. Akses pangan adalah kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk mendapatkan bahan pangan bernutrisi," jelasnya.
Sementara, pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan dengan benar dan tepat secara proporsional. Komponen keempat, yaitu kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam kurun waktu yang panjang.
"Bila komponen tersebut tak terpenuhi maka bisa menimbulkan bencana kelaparan. Hasil studi Perserikatan Bangsa Bangsa menyebutkan bahwa krisis pangan yang telah dialami oleh 583 juta orang di sejumlah negara di Asia-Pasifik tahun 2008 lalu nampaknya sekarang mulai terjadi lagi," tutur Moeldoko.
Kini kelaparan mengancam lebih dari 850 juta populasi dunia. Jumlah itu kemungkinan akan meningkat lagi secara drastis pada masa mendatang akibat dari adanya kemiskinan, konflik yang terus terjadi di beberapa kawasan, perubahan cuaca dan iklim, menyempitnya lahan pertanian, program pertanian yang tidak produktif, dan tentu saja meningkatnya populasi global.
"Pertambahan penduduk dunia berlangsung sangat tinggi dan cepat. Laporan yang disusun oleh Departemen Populasi Divis Urusan Sosial dan Ekonomi PBB pada Juni 2017, memperkirakan bahwa populasi dunia saat ini mencapai hampir 7,6 miliar dan akan meningkat menjadi 8,6 miliar pada 2030, lalu menjadi 9,8 miliar pada tahun 2050 dan 11,2 miliar pada 2100," terang mantan Panglima TNI ini.
PBB memperkirakan bahwa mulai sekarang hingga 2050, setengah pertumbuhan populasi dunia akan terkonsentrasi di sembilan negara, yakni India, Nigeria, Kongo, Pakistan, Ethiopia, Tanzania, Amerika Serikat, Uganda, dan Indonesia.
Asia merupakan benua dengan tingkat populasi penduduk terbesar yakni hampir 4,5 miliar orang. Sementara Asia Tenggara berpenduduk sekitar 650 juta, dengan sekitar 260 juta di antaranya merupakan penduduk Indonesia.
Asia sendiri sebagai produsen sekaligus konsumen terbesar komoditas pangan di dunia, kini tengah menghadapi tantangan besar untuk memberi makan bagi jumlah penduduknya yang sangat besar. Pertambahan penduduk yang sangat cepat, produktivitas panen yang stagnan, kelangkaan air dan polusi, perubahan iklim, dan tekanan lainnya membuat semakin sulit untuk menjaga keamanan pangan di kawasan itu.
"Khusus untuk Indonesia, pada perayaan hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-100 tahun pada 2045, penduduk Indonesia diprediksi akan mencapai angka 330 juta. Artinya, kebutuhan pangan dibutuhkan terus menerus naik kira-kira 3% per tahun," tambah Moeldoko.
Dia menambahkan, potensi terbesar dari produk pertanian Indonesia adalah padi. Di mana padi merupakan produk utama dalam mempercepat pertumbuhan perekonomian nasional. Pada tahun 2005 kebutuhan beras setara 52,8 juta ton gabah kering giling (GKG). Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan beras sampai pada 2025 diprediksikan masih akan terus meningkat mencapai 65,9 juta ton GKG.
"Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, maka untuk dapat memberikan jaminan pangan kepada pertambahan penduduk tersebut, diperlukan jaminan ketersediaan pangan yang memadai. Oleh karena itu segala daya dan upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan ketahanan pangan, baik melalui program swasembada atau bahkan mengimpor, demi menjaga adanya stabilitas ekonomi dan politik nasional," paparnya.