Jika Terima Berita yang Kita Lakukan Adalah Mengedepankan Pemikiran Kritis kata Siti Musdah Mulia
Di tahun politik sekarang ini penyebaran berita hoax melalui media sosial akhir-akhir ini masih sangat gencar dilakukan oleh kelompok-kelompok yang t
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Di tahun politik sekarang ini penyebaran berita hoax melalui media sosial akhir-akhir ini masih sangat gencar dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab.
Bahkan masyarakat kita sekarang ini sepertinya sangat mudah terprovokasi akibat adanya penyebaran narasi propaganda melalui media sosial tanpa mau melihat data dan fakta yang ada. Hal ini tentunya sangat disayangkan.
Untuk itu sudah seharusnya pemerintah dan seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama mengambil langkah-langkah konkrit sebagai upaya untuk menjaga perdamaian agar masyarakat Indonesia ini terus dapat menjaga kerukunan dan mewaspadai adu domba dengan cerdas bermedia sosial.
“Tidak bisa hanya pemerintah saja. Misalnya guru harus menyampaikan kepada murid-muridnya, tokoh agama atau tokoh masyarakat menyampaikan kepada umatnya atau masyarakatnya. Yang karyawan atau pimpinan di manapun harus mengajak orang-orang di sekitar lingkungannya untuk mulai membangun dan membuat media sosial yang ramah terhadap lingkungan, terhadap sesama agar konten-konten yang berbau kebencian, permusuhan dan konflik itu bisa bersih dari media sosial,” ungkap Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, MA, APU, Jumat (2/11/2018)
Dikatakan Musdah, kesadaran masyarakat untuk berpikir kritis, menelaah dan mendalami informasi yang diterima melalui media sosial, meski informasi itu terkadang tidak masuk akal seperti sudah tidak ada lagi. Hal ini kalau dibiarkan secara terus menerus tentunya dapat memecah belah persatuan yang ada di masyarakat kita.
“Yang hilang dari masyarakat kita ini adalah pemikiran kristis dan kehati-hatian serta pemahaman mengenai pentingnya menjaga perdamaian. Padahal kalau dia sadar bahwa perdamaian itu sesuatu yang harus dibangun dalam masyarakat maka tidak bakalakan semudah itu mereka meladeni atau terbelenggu pada pandangan-pandangan yang tidak masuk akal,” ujar wanita yang juga Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) ini.
Dirimya meminta kepada masyarakat ketika meneerima sebuah berita atau informasi apapun bentuknya baik dalam bentuk meme, video, ataupun pernyataan sebaiknya masyarakat kita ini kembali dulu ke akal sehat kita dfan mencermati mengenai informasi tersebut benar atau tidak, masuk akal atau tidak.
“Kalau terima berita maka yang kita lakukanya adalah mengedepankan pemikiran kritis, logika, kita berfikir bahwa informasi itu masuk akal apa tidak. Itulah gunaya pendidikan-pendidikan. Mengapa kita menjalani pendidikan bertahun-tahun yakni untuk membangun berfikir positif agar kita tidak mudah terombang-ambing,” jelas alumni jurusan Bahasa dan Sastra Arab dari IAIN Alauddin Makassar ini.
Dirinya meminta pada saat kita menerima informasi untuk tidak langsung di share. Masyarakat harus bisa berpikir apakah ada manfaatnya atau lebih banyak mudaratnya.
“Kita lihat dulu apakah ada manfaatnya apa tidak kalau kita share. Jadi kita bisa tahu, kalau di share ini bisa bahaya atau tidak. Daripada kita membuat bahaya lebih baik kita meredamnya, preventif kan lebih baik daripada kuratif. Dan kalau kita mencegah terjadinya bahaya atau mencegah terjadinya konflik kan akan mendapatkan pahala. Kan itu merupakan Amar Maruf Nahi Munkar, jangan kita melanggar ayat ayat yang kita baca sehari-hari,” katanya.
Lalu selanjutnya menurutnya, masyarakat harus bisa berfikir bahwa perdamaian itu jauh lebih baik daripada konflik. Padahal dalam ajaran islam seorang muslim itu adalah orang yang konsisten dalam merajut damai, konsisten menegakkan damai.
“Muslim adalah orang yang aktif membangun damai, orang yang aktif menebar kasih sayang untuk kedamaian. Bahkan kepada mahasiswa saya selalu tekankan untuk bagaimana menjadikan hidup ini bermakna dan kapan memggunakan gadged atau kapan untuk tidak menggunakan,” ujar dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Karena menurutnya, kecanggihan teknologi yang ada sekarang ini sebetulnya adalah untuk membawa kemaslahatan, bukan untuk membawa kemudaratan. Teknologi itu harus lebih banyak dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif, bukan untuk hal-hal yang negatif.
“Semua itu juga tergantung kepada kedewasaan kita. Kita harus belajar menjadi dewasa, karena itu bagian dari kita sebagai manusia yang dianugerahi akal sehat oleh Tuhan,” ujelas peraih Pascasarjana bidang Sejarah Pemikiran dan Politik Islam dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta ini