Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gubernur DKI Anies Baswedan Didesak Tolak Swastanisasi Air di Jakarta

Jika benar kontrak pengelolaan air dengan Aetra dan Palyja dilanjutkan, maka KMMSAJ meyakini itu adalah kemunduran.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Gubernur DKI Anies Baswedan Didesak Tolak Swastanisasi Air di Jakarta
KONTAN
Ilustrasi - Instalasi pengolahan air bersih. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah tokoh publik yang mengatasnamakan Warga Negara mengirim surat terbuka untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Dalam surat tersebut, mereka menuntut Anies membatalkan swastanisasi menjelang akhir masa kerja Tim Tata Kelola Air yang dibentuk Anies Baswedan.

"Masa kerja tim ini akan berakhir pada 10 Februari 2019, artinya setelah tanggal tersebut bapak memiliki beragam rekomendasi untuk dipilih mengenai bagaimana merebut kembali air menjadi milik publik," kata pengacara publik Alghiffari, Rabu (6/2/2018).

Alghiffari mengatakan, berdasarkan pernyataan Direktur PAM KMMSAJ menduga Pemprov DKI justru membuka peluang swastanisasi air diperpanjang melalui renegosiasi.

Jika benar kontrak pengelolaan air dengan Aetra dan Palyja dilanjutkan, maka KMMSAJ meyakini itu adalah kemunduran.

"Kami menolak kedua opsi tersebut dan opsi-opsi lain yang berpeluang menempatkan air sebagai komoditas untuk memperkaya diri segelintir orang atau kelompok," ujar Alghiffari.

Baca: Asosiasi Petani Tebu: Gula Impor Bikin Gula Lokal Mulai Tak Laku di Pasar

Para tokoh menilai selama 21 tahun, rakyat Jakarta sudah cukup dirugikan dengan swastanisasi air. Pasalnya hingga hari ini, masih terdapat 60% -70% warga Jakarta yang belum dapat memperoleh air bersih. Air bersih yang ada juga dinilai cukup mahal.

Menurut perhitungan mereka, untuk memproduksi air hanya dibutuhkan biaya sebesar Rp 680 per meter kubik yang terdiri atas biaya pembelian air baku, listrik dan bahan kimia.

Baca: Jasa Marga Lanjutkan Pekerjaan Teknis Jembatan Kunciran Junction Arah Bandara Soetta

Berita Rekomendasi

"Jika dibandingkan dengan tarif rata-rata air di Jakarta yang sebesar Rp 7.500 per meter kubik, maka bisnis air di Jakarta memberi keuntungan yang sangat besar, selisih antara biaya produksi dengan tarif rata-rata penjualan air melebihi 1.000%," kata Alghiffairi.

Para tokoh berpendapat, bila air dikuasai dan dikelola negara maka air dapat didistribusikan dengan harga yang jauh lebih murah bahkan gratis. Karena itu, warga sempat melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung agar air dikembalikan kepada negara. Gugatan itu pun dimenangkan walau kini dibatalkan karena adanya peninjauan kembali.

Para tokoh tetap meminta agar swastanisasi dihentikan. Mereka mendesak Anies untuk segera mengembalikan air untuk rakyat. Mereka juga menyinggung perusahaan Salim Group yang diketahui membeli saham Aetra melalui Moya Indonesia Holdings dua tahun lalu.

"Karena itu kami meminta Gubernur untuk menyelenggarakan konsultasi publik yang membuka ruang partisipasi seluas-luasnya kepada rakyat dalam menentukan bagaimana pengambilalihan air dari Salim Group kembali ke pangkuan negara," kata Alghiffari.

Mereka yang bergabung menyampaikan surat terbuka ini adalah Alghiffari Aqsa (Pengacara Publik), Andreas Harsono (Peneliti), Andhy Panca Kurniawan (Penggiat Media), Asfinawati (Pengacara Publik), Atnike Nova Sigiro (Dosen), Eka Kurniawan (Novelis), Elisa Sutanudjaja (Arsitek), Febriana Firdaus (Jurnalis), Haris Azhar (Advokat), Ilhamsyah (Penggiat Serikat Buruh), I Sandyawan Sumardi (Penggiat Kemanusiaan), Khamid Istakhori (Penggiat Serikat Buruh), Muhammad Isnur (Pengacara Publik), Nurkholis Hidayat (Pengacara Publik), Sri Palupi (Peneliti), dan Tommy Albert Tobing (Pengacara Publik).

Laporan: Nibras Nada Nailufar

Artikel ini tayang sebelumnya di Kompas.com dengan judul: Sejumlah Tokoh Kirim Surat Terbuka untuk Anies Tolak Swastanisasi Air

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas