Jika Ibu Kota Pindah ke Kalimantan, Jakarta Dikhawatirkan Sepi, Pusat Bisnis Bisa Pindah ke BSD City
Yayat mengatakan, artinya ada 1,5 juta penduduk yang biasa beraktivitas di Jakarta akan pindah ke ibu kota baru.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan sudah disetujui Presiden Joko Widodo.
Hal itu dikonfirmasi oleh Bambang Brodjonegoro, Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional.
Lalu bagaimana dampak pemindahan itu terhadap Kota Jakarta?
Menurut Yayat Supriatna, pengamat tata kota, mengatakan, baik atau tidaknya perpindahan ibu kota bagi Jakarta ditentukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Itu tergantung Pemprov DKI, apakah mereka mau membantu menata ulang kota atau tidak. Setelah (ibu kota) pindah, mau diapakan?" kata Yayat seperti dikutip Kompas.com, Selasa (30/7/2019).
Baca: Kapan Ibu Kota Indonesia Pindah Kalimantan? Siap-siap Presiden Jokowi Umumkan Lokasi Baru Agustus
Pemindahan ibu kota akan berdampak besar bagi Jakarta, khususnya terhadap tingkat kepadatan penduduk Jakarta.
Adapun ibu kota baru ini rencananya hanya menampung maksimal 1,5 juta penduduk.
Yayat mengatakan, artinya ada 1,5 juta penduduk yang biasa beraktivitas di Jakarta akan pindah ke ibu kota baru.
"Sebanyak 1,5 juta penduduk pindah. Berarti kan mobil berkurang, orangnya berkurang, ada kemungkinan kita bisa menekan kepadatan lalu lintas, polusi udara, dan kepadatan permukiman" kata Yayat.
Baca: Ruben Onsu Angkat Betrand Peto Jadi Putranya, Suami Sarwendah Tak Lagi Idamkan Anak Laki-laki
Perpindahan itu tentu juga memberikan kesempatan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan revisi tata ruang.
Sebab, selama ini Jakarta memiliki pola dan struktur ruang yang terpusat.
Keberadaan pemerintah pusat di tengah Kota Jakarta membuat kota ini dikepung oleh pusat bisnis sekaligus pusat permukiman.
Hal inilah yang menimbulkan kepadatan dan kemacetan sebagai masalah besar bagi kota Jakarta.
Yayat mengatakan, hal penting yang bisa terjadi dari perpindahan ibu kota adalah akan muncul pusat bisnis baru di luar Jakarta.
Apalagi jika pemerintah provinsi mau mendukung dan mendorong para pelaku bisnis untuk keluar Jakarta.
"Nanti muncul daerah kompetitor bisnis baru, seperti BSD misalnya. Pertumbuhan di sana kan cepat sekali. Dari sana mereka bisa saja lewat tol langsung ke bandara dan terbang ke Kalimantan. Selesai, enggak perlu ke Jakarta lagi," kata Yayat.
Seperti diketahui BSD City adalah kota kecil di Tangerang Selatan, pinggiran Jakarta, yang mulai tumbuh jadi pusat bisnis baru.
Ruang tata kota yang rapi menyerupai kota-kota di luar negeri.
Hal lain yang perlu disoroti adalah peran Pemprov DKI dalam meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.
Sebagai ibu kota, beberapa persoalan di Jakarta ikut ditangani oleh pemerintah pusat.
Namun, setelah ibu kota pindah nanti, perhatian pemerintah pusat kepada Jakarta tidak akan sebesar dulu.
Pemprov DKI Jakarta harus bisa menjamin pelayanan dan perhatian terhadap persoalan di DKI Jakarta menjadi prioritas meski tanpa peran pemerintah pusat.
"Sekarang ada Kali Ciliwung yang ditangani Kementerian PUPR, tapi nanti pas (ibu kota) pindah mungkin saja enggak jadi prioritas lagi. Kementerian akan memberikan konsentrasi ke penataan ulang sungai-sungai yang ada di Kalimantan," kata Yayat.
Maka dari itu, dibutuhkan konsep revisi tata ruang kota, terutama konsep pembangunan berkelanjutan green city.
Hal ini agar polusi Jakarta yang semakin buruk bisa berkurang.
Fungsi-fungsi bangunan yang sudah ada di ring 1 juga jangan sampai diabaikan.
Harus diubah menjadi perkantoran yang ramah lingkungan.
Dari segala kemungkinan tersebut, pada intinya beban kota dan kepadatan sudah jelas akan berkurang.
Namun, kelanjutan dari pengembangan kota Jakarta ada di tangan Pemerintah Provinsi Jakarta.
"Intinya di Pemprov DKI. Lebih bagus, lebih padat, lebih terstruktur, mau jadi apa Jakarta itu tergantung dari revisi tata ruang yang dilakukan," kata Yayat.