Modal Sosial Untuk Maju itu Hanya Bisa Dipupuk dengan Rasa Nasionalisme kata Hamdi Muluk
Salah satu ancaman yang menjadi tantangan bangsa ini adalah radikal terrorisme yang tidak hanya menggangu keamanan masyarakat
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salah satu ancaman yang menjadi tantangan bangsa ini adalah radikal terrorisme yang tidak hanya menggangu keamanan masyarakat, tetapi juga kedaulatan bangsa.
Mencapai cita-cita Indonesia unggul di segala bidang, tentumya harus dimulai dari kebersamaan untuk melawan berbagai problem kebangsaan salah satunya radikal terorisme.
Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si, mengatakan bahwa di usia Kemerdekaan Indonesia yang ke-74 tahun ini sebenarnya seluruh potensi yang dimiliki bangsa Indonesia untuk maju itu sangat ada, seperti Sumber Daya Alam (SDA) yang bagus dengan ditunjang, letak geografis yang strategis.
“Sebagai sebuah bangsa, kita sebenarnya punya modal sosial yang cukup besar yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Apa yang sudah diwariskan dari para founding fathers kita itu adalah modal yang besar, termasuk didalamnya bahasa persatuan. Dan itu sudah berhasil kita lewati, karena sampai hari ini kita tidak terpecah dan masih tetap utuh yang tentunya semua itu adalah sebuah modal sosial yang besar dan tangguh untuk bisa maju,” jelas Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si, Rabu (14/8/2019).
Dan modal sosial ini menurut Hamdi sangat penting, karena untuk majunya sebuah negara itu perlu banyak modal. Dirinya menyebut modal tersebut, pertama yakni modal kekayaan Sumber Daya Alam yang sifatnya fisik material. Kedua, kalau orang mau maju untuk membangun proyek nasional yang namanya national building seperti yang dikatakan Ir Soekarno pada waktu itu.
“National building ini maksudnya adalah membangun bangsa yang sejahtera, lahir fisik sesuai dengan cita-cita Kemerdekaan yaitu memajukan kehidupan bangsa, memajukan perikehidupan dan sebagainya sesuai dengan UUD 1945. Untuk membangun National building ini modal dasarnya, pertama, fisik material yaitu, Sumber Daya Alam, kedua, uang atau finansial, dan ketiga, yaitu Sumber Daya Tekhnologi,” jelasnya.
Dengan modal tersebut menurutnya, lalu ada pemikiran sosial dengan memakai istilah capital, baik itu natural capital, ekonomic capital, tecnological capital. Namun hal tersebut tentu tidak cukup untuk bisa maju kalau bangsa itu isinya konflik, tidak ada keamanan, tidak ada rasa saling percaya, lalu di susupi ideologi radikalisme. Untuk itulah tentunya juga diperlukan modal social agar dapat maju.
“Modal sosial untuk maju itu hanya bisa dipupuk dengan rasa nasionalisme, percaya antar sesama anak bangsa, tidak ribut terus, semangat persatuan supaya kita memiliki apa yang disebut dengan kohesi sosial. Jadi secara sosial kita ini kohesi atau merasa satu,” kata pria yang juga menjadi anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Koropsi (Pansel Capim KPK) ini.
Dikatakan Hamdi, Kohesi Sosial ini sangat diperlukan agar bangsa atau negara itu bisa maju. Karena tidak mungkin ada negara bisa maju kalau social capitalnya rendah. Indonesia sendiri bisa berdiri, karena social capitalnya yang dibangun terlebih dahulu.
Bahkan pada waktu Republik ini berdiri, para founding fathers kita ini sebenarnya cuma punya rasa saling percaya saja. Dimana saat itu ada Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatra dan sebagainya, dimana semua elite-elite itu saling percaya bahwa kita bisa bersatu.
“Karena adanya perasaan, senasib, sepenanggungan, rasa saling percaya, lalu menciptakan bahasa yang sama, dari situlah lahirlah Sumpah Pemuda pada tahun 1928, yang kemudian sepakat untuk membuat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan dasarnya harmoni itu.. Pancasila itu sebenarnya dasarnya adalah harmoni, yakni sebuah ideologi yang mengatasi semua perbedaan-perbedaan. Karena kalau tidak ada Pancasila, tentu bangsa kita ini akan ribut terus,” ujarnya.
Sehingga Pancasila ini bisa dikatakan semacam ideologi kompromi, yang menurutnya oleh para ahli sosial disebut sebagai ideology of tolerant.
“Yang mana sebuah ideologi yang mentoleransi semua perbedaan supaya modal sosial kita untuk merdeka itu bisa semakin kuat. Itu modal sosial yang kita miliki,” ucapnya.
Menurutnya, dengan modal sosial yang sudah dimiliki tersebut maka masyarakat bangsa ini harus merawatnya dengan baik. Karena modal sosial ini seperti tabungan dan menjadi sebuah investasi. Kalau ‘tabungan’ (modal sosial) itu tidak pernah ditambah atau diperbarui, tentunya lama-lama akan mudah tergerus atau berkurang.