Polisi Minta Pelajar di Bawah Umur Tak Ikut Berunjuk Rasa di Sekitaran Gedung DPR RI
“Silakan para pelajar yang masih di bawah umur meninggalkan area aspirasi,” ujar Susatyo dari atas mobil komando di kawasan flyover Slipi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Massa pelajar hari ini, Senin (30/9/2019) kembali turun ke jalan untuk berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta.
Wakapolres Jakarta Pusat AKBP Susatyo Purnomo mengingatkan pelajar yang ikut dalam aksi unjuk rasa pembatalan UU KPK dan RKUHP agar meninggalkan lokasi.
Baca: Pelajar Berseragam SMA Padati Jalan Tentara Pelajar, Berhadap-hadapan dengan Polisi
“Silakan para pelajar yang masih di bawah umur meninggalkan area aspirasi,” ujar Susatyo dari atas mobil komando di kawasan flyover Slipi, Jakarta barat, Senin (30/9/2019).
Susatyo juga meminta mahasiswa untuk mengingatkan para pelajar agar meninggalkan lokasi aksi.
Menurut Susatyo, usia di bawah umur 18 tahun tidak diperbolehkan untuk mengikuti aksi unjuk rasa.
“Abang-abang mahasiswa tolong diingatkan adik-adik pelajar untuk meninggalkan lokasi. Pelajar tempat ini bukan tempat yang layak buat anak-anak, tolong tinggalkan lokasi,” katanya.
Susatyo juga mengingatkan agar massa tidak mudah terprovokasi. “Hati-hati orang sekeliling kalian, apalagi mereka pakai penutup wajah. Hati-hati provokasi,” ucapnya.
Sayangnya, imbauan dari aparat ini dihiraukan oleh massa. Mereka menyatakan bahwa pelajar hadir di lokasi unjuk rasa atas kemauan sendiri.
“Mereka datang sendiri, kami tidak pernah paksa. Mereka juga rakyat,” ujar salah satu orator dari Universitas Ibnu Chaldun.
Adapun massa mulai berkumpul di flyover Slipi.
Mereka berusaha menerobos kawat berduri membentang untuk membatasi akses jalan yang dilalui.
Untuk diketahui, RKUHP menjadi perbincangan masyarakat karena terdapat sejumlah pasal kontroversial.
Baca: Museum Sasmitaloka, Lokasi Ditembaknya Jenderal Ahmad Yani Saat Peristiwa G30S
Mahasiswa telah menggelar aksi unjuk rasa sejak pekan lalu untuk menolak pengesahan RKUHP tersebut.
Pasal-pasal kontroversial tersebut di antaranya delik penghinaan terhadap presiden/wakil presiden (Pasal 218-220), delik penghinaan terhadap lembaga negara (Pasal 353-354), serta delik penghinaan terhadap pemerintah yang sah (Pasal 240-241). (Cynthia Lova)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Polisi Ingatkan Pelajar di Bawah Umur untuk Tidak Ikut Aksi Demo
Kadisdik DKI minta pelajar tidak anarkis
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Ratiyono mengintruksikan kepada sekolah-sekolah di wilayah DKI Jakarta agar berkoordinasi secara langsung dengan orangtua murid saat jam pulang sekolah.
Menurut Ratiyono, pihak sekolah bersama dengan orangtua harus saling berkomunikasi guna mengontrol keberadaan anak, khususnya ketika pulang sekolah.
Hal Itu guna memastikan apakah anak sudah berada di rumah, atau tak langsung pulang.
Sebagai Kepala Dinas Pendidikan, ia menganjurkan agar para siswa langsung pulang ke rumah dan tidak ikut ke dalam aksi demonstrasi di Gedung DPR RI.
Apalagi, sebagai seorang pelajar para siswa memiliki tugas utama untuk menuntut ilmu. Ia pun mengatakan agar para pelajar di wilayah DKI Jakarta tidak boleh anarkis sekalipun kedapatan mengikuti aksi tersebut.
"Kalau pun ada yang unjuk rasa yang penting mereka tidak boleh anarkis, tidak boleh melakukan tindakan kekerasan, tapi usahakan usia SMA seyogyanya langsung pulang. Niatnya baik tapi kalau tidak bisa menahan diri kan bahaya, karena kalau massanya luas sangat beresiko," kata dia.
"Saran saya pada murid SMK lebih baik belajar dulu. Belajar demokrasi boleh, tapi untuk praktek langsung cari waktu yang pas," tambahnya.
Seperti diketahui, sebelumnya sejumlah pelajar terlibat aksi demonstransi yang terjadi di depan Gedung DPR pada tanggal 25 September lalu.
Berlangsung ricuh, pelajar tersebut melakukan aksi perlemparan batu dan petasan ke arah petugas.
• Raffi Ahmad Mau Beli Tanah 2,5 Hektare & Bangun Perumahan, Nagita Slavina Beri Pertanyaan Menohok
• Punya Pelatih Baru, Sandi Sute Harap Edson Tavares Bisa Bawa Perubahan di Persija Jakarta
• Punya Pelatih Baru, Sandi Sute Harap Edson Tavares Bisa Bawa Perubahan di Persija Jakarta
Sejumlah pelajar pun bahkan sempat diamankan dan dibawa ke Polda Metro Jaya.
Terkait hal ini, Ratiyono mengatakan bahwa sebagian besar pelajar yang diamankan berasal dari beberapa daerah, seperti Bogor, Bekasi, dan Depok, dan Tangsel.
"Jadi, ketika ada beberapa yang dimintai keterangan di Polda Metro Jaya, kalau pemeriksaan harus dijemput ya dijemput. Tapi sudah pulang semua. Ternyata yang demo itu banyak yang dari Bogor, Tangsel, Depok, Bekasi. Anak Jakarta juga ada tapi setelah saya hitung jumlahnya tak banyak. Mungkin anak Jakarta sibuk belajar," pungkasnya. (Pebby Ade Liana)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul: Siswa Jakarta Tak Boleh Anarkis Ketika Ikut Demonstrasi
Diperingati Mendikbud
Menyikapi aksi unjuk rasa yang dilakukan para pelajar beberapa hari lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memberikan pernyataan tegasnya, bahwa peristiwa tersebut tidak boleh terulang lagi.
"Bagi yang statusnya pelajar atau siswa tidak boleh ikut unjuk rasa. Apalagi kalau sampai diprovokosi, saya akan tuntut," ujar Muhadjir dalam keterangan tertulis, Jumat (27/9/2019).
Baca: Polisi Tetapkan 12 Pelajar & 24 Mahasiswa Tersangka Kerusuhan Demo di DPR, Dituding Serang Petugas
Dia mengatakan hal itu saat menjenguk beberapa siswa yang menjadi korban dalam unjuk rasa berujung rusuh di depan Gedung DPR RI pada 25 September 2019.
Kunjungan itu dilakukan di Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Mintohardjo, Bendungan Hilir, Jakarta. Mendikbud
pun mengingatkan kepada pihak sekolah agar meningkatkan kerja sama dengan para orang tua untuk dapat memastikan keamanan dan keselamatan anak-anaknya.
Surat Edaran dari Kemendikbud
Merespon maraknya ajakan dan hasutan kepada siswa untuk mengikuti aksi unjuk rasa di jalan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menerbitkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pencegahan Keterlibatan Peserta Didik Dalam Aksi Unjuk Rasa Berpotensi Kekerasan.
Surat tertanggal 27 September 2019 tersebut ditujukan kepada kepala daerah dan kepala dinas pendidikan di seluruh Indonesia.
Baca: Peringatan Keras Mendikbud: Pelajar Tidak Boleh Ikut Unjuk Rasa!
"Saya ingin mengingatkan peserta didik kita, siswa kita harus kita lindungi dari berbagai macam tindak kekerasan atau berada di dalam lingkungan di mana ada kemungkinan mengancam jiwa yang bersangkutan," pesan Mendikbud Muhadjir Effendy dalam keterangan persnya, Sabtu (28/9/2019).
Mendikbud meminta kepala daerah beserta segenap jajaran, khususnya kepala dinas pendidikan agar melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganan.
Yang pertama adalah memastikan pengawas sekolah, kepala sekolah, dan guru untuk dapat memantau, mengawasi, serta menjaga keamanan dan keselamatan peserta didik di dalam dan di luar lingkungan sekolah.
Kemudian menjalin kerja sama dengan orangtua/wali murid untuk memastikan putera/puterinya mengikuti proses pembelajaran sesuai ketentuan.
"Siswa itu masih tanggung jawab guru dan orangtua, karena menurut undang-undang statusnya masih sebagai warga negara yang dilindungi. Belum dewasa, belum bisa mengambil keputusannya sendiri," terang Mendikbud.
Mendikbud juga meminta agar kepala sekolah dan guru juga membangun komunikasi harmonis dengan peserta didik.
Kemudian melaksanakan kegiatan pembelajaran yang dapat menyalurkan pemikiran kritis, bakat, dan kreativitas peserta didik masing-masing.
Selanjutnya, memastikan pengurus organisasi siswa intra sekolah (OSIS) khususnya dan peserta didik pada umumnya untuk tidak mudah terpengaruh dan terprovokasi terhadap informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan menyesatkan.
Selain itu, Mendikbud juga meminta agar kepala daerah beserta jajarannya dapat memberikan pendampingan dan pembinaan kepada peserta didik yang terdampak dalam aksi unjuk rasa.
"Pendidikan tidak main sanksi, kalau pemberian sanksi namanya bukan pendidikan," tutur Mendikbud.
Kemudian, Mendikbud juga meminta gubernur, bupati, wali kota, dan para kepala dinas pendidikan dapat memastikan agar semua pihak atau siapa saja dengan maksud dan tujuan apa saja, untuk tidak melibatkan peserta didik dalam kegiatan unjuk rasa yang berpotensi pada tindakan kekerasan, kekacauan, dan pengrusakan.
Surat Edaran ini dibuat dengan berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, dalam Pasal 15 ayat (4) menyatakan bahwa setiap anak didukung untuk mendapatkan perlindungan dari pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan.
Juga, Peraturan Mendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Di dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c menyatakan satuan pendidikan wajib menjamin keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan.
Baca: Polisi Tetapkan 12 Pelajar & 24 Mahasiswa Tersangka Kerusuhan Demo di DPR, Dituding Serang Petugas
Serta, Peraturan Mendikbud Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan.
Di dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dan huruf b menyatakan pihak keluarga berperan untuk mencegah peserta didik dari perbuatan yang melanggar peraturan Satuan Pendidikan dan/atau yang menganggu ketertiban umum dan mencegah terjadinya tindak anarkis dan/atau perkelahian yang melibatkan pelajar.