Cerita Seorang Ayah 'Membelah' Pemukiman di Jaksel Jajakan Mainan Sambil Boncengi Anaknya
Bersama anak semata wayangnya, Moon Aisyah Putri (4), yang duduk di keranjang belakang sepeda, Sigit menjajakan mainan itu menyusuri permukiman
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mainan kereta dorong warna-warni terlihat memenuhi keranjang bagian depan dan belakang sepeda Sigit Kamseno (39).
Bersama anak semata wayangnya, Moon Aisyah Putri (4), yang duduk di keranjang belakang sepeda, Sigit menjajakan mainan itu menyusuri permukiman di kawasan Pasar Minggu.
Pria yang mengenakan batik itu menggantungkan hidupnya dengan berjualan mainan kereta dorong.
Dalam sehari, ia meraup sekira Rp 30 sampai Rp 40 ribu.
Satu mainan kereta dorong itu dijual dengan harga Rp 5 ribu.
Penghasilannya dalam sehari bekerja, selalu Sigit sisihkan demi membeli susu bubuk untuk anak perempuannya yang masih dalam tahap pertumbuhan.
Sebelumnya, Sigit pernah mencari peruntungan dengan berjualan sop buah di kawasan Bogor, Jawa Barat.
Namun, dagangannya tak bertahan lama hingga harus gulung tikar.
Di tahun 2016, ia merantau ke Ibu Kota untuk berjualan mainan tersebut.
Mainan yang terbuat dari potongan kayu dan karet itu, lanjut Sigit, dibuatnya sendiri.
Awalnya, mainan-mainan itu dipikulnya berkeliling.
Namun, suatu ketika ada seorang dermawan yang memberikan sebuah sepeda kepadanya.
Sejak itu, ia bersepeda bersama Aisyah, yang duduk di belakangnya, berjualan mainan kereta dorong membelah permukiman.
Hidup Mengembara Bersama Aisyah
Semenjak pisah dengan ibunya, Aisyah hidup bersama Sigit dengan tempat tinggal yang tak menentu.
Sigit mengaku harus tinggal mengemper bersama Aisyah dari satu tempat ke tempat lain lantaran sudah tak memiliki rumah untuk berlindung.
Ia sudah tak mengontrak lagi sejak tahun 2015 lantaran desakan ekonomi yang menderanya.
Mereka berdua pun terkadang bermalam di emperan, misalnya, di tepi jalan, atau pos RW.
"Kalau tidur di mana aja, ngemper sambil bawa dagangan. Kadang tidur enggak tenang karena sambil melihat orang mabok. Terus besoknya kerja keliling Pejaten, Kalibata, dan Jati Padang," terangnya kepada TribunJakarta.com pada Rabu (23/11/2019).
Sepeda yang Sigit bawa ibarat sebuah lemari pakaian berjalan.
Sebab, di bak sepedanya berisi tumpukan pakaian untuk Sigit dan Aisyah.
Akte kelahiran Aisyah dan beberapa foto kopi akte tersebut juga tersimpan di dalam tas yang diletakkan di keranjang depan sepeda.
Ingin Sekolah
Sigit mengatakan Aisyah ingin sekali merasakan bergaul bersama teman-temannya di taman kanak-kanak.
Memang sudah seharusnya, anak seumurannya merasakan bangku sekolah.
Namun, Sigit belum bisa mewujudkan keinginan itu.
Aisyah pun terombang-ambing dalam ketidakpastian hidup Sigit.
"Mau dimasukkan TK belum ada biaya. Kalau dagang enggak ke sekolah-sekolah, karena saya enggak tega melihat Aisyah yang kepingin sekolah," tambahnya.
Bahkan, tak jarang anak sekecil itu harus ikut ayahnya lari dari kejaran Satpol PP.
• Polisi Ringkus Kelompok Ketapel dan Bom Bola Karet & Lepas Monyet Coba Gagalkan Pelantikan Presiden
• Hindari Operasi Zebra, Pengendara Motor di Jalur Busway Kompak Putar Balik
• Ini Penyebab Kemacetan Parah Terjadi di Jalan Jenderal Ahmad Yani Bekasi
Sudah tiga kali, lanjut Sigit, dirinya ditangkap oleh petugas itu.
Namun, tak sampai dimasukkan ke panti, Sigit dan Aisyah dilepas.
"Udah ditangkap tiga kali, Aisyah juga menangis, mereka enggak tega. Saya juga nunjukkin akte kelahirannya ke petugas. Akhirnya kami dilepaskan," tambahnya.
Sigit hanya berharap dirinya mampu memiliki rumah untuk bernaung dan membiayai pendidikan Aisyah kelak.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul: Sigit Naik Sepeda Jualan Mainan Bersama Putrinya, Hidup Mengembara Setelah Pisah dengan Istri
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.