Rekam Jejak Edy Junaedi, Kadis Pariwisata DKI: Dibanggakan Ahok, Tokoh di Balik Tutupnya Alexis
Inilah rekam jejak Edy Junaedi, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI yang mundur setelah heboh anggaran Rp 5 miliar untuk influencer.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Whiesa Daniswara
Pertama, berkembangnya informasi di media massa terkait kegiatan yang tidak diperkenankan dan dilarang di usaha hotel dan griya pijat di Alexis.
Kedua, seharusnya pengelola mencegah segala bentuk perbuatan melanggar kesusilaan dan melanggar hukum yang tersiar di berbagai media massa.
Ketiga, pemerintah berkewajiban mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi dampak negatif bagi masyarakat luas.
Edy mengatakan, izin usaha Alexis sudah habis sejak September 2017.
Sehingga, dengan tak diperpanjangnya izin, sudah seharusnya pengelola Alexis bersiap menutup usahanya.
"Sebuah usaha kan tak akan bisa berjalan tanpa izin usaha," jelas Edy.
5. Mundur Setelah Kehebohan Anggaran Rp 5 Miliar untuk Influencer
Sebelum Edy mengundurkan diri, anggaran influencer di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta disoroti banyak pihak dan viral di media sosial.
Dalam dokumen rancangan KUA-PPAS 2020, anggaran sebesar Rp 5 miliar ditulis untuk membayar lima influencer.
Edy sempat menanggapi anggaran tersebut.
Dia menyatakan, anggaran Rp 5 miliar bukan hanya untuk biaya influencer.
"Saya luruskan, anggaran itu bukan satu influencer Rp 1 miliar," ujar dia, dikutip dari Kompas.com.
"Di dalamnya itu ada macam-macam, ada belanja event dan biaya publikasi," ujar Edy, Senin (28/10/2019).
Edy menyampaikan, kegiatan tersebut sudah diterapkan bertahun-tahun.
Namun, anggaran itu akhirnya dicoret dari rancangan KUA-PPAS 2020 pada awal Oktober lalu dan dialihkan untuk anggaran balap mobil listrik Formula E 2020.
6. Ingin jadi Staf Anjungan TMII
Kepala BKD DKI Jakarta Chaidir mengatakan, Edy Junaedi mundur dari jabatannya karena keinginan sendiri.
Edy disebut ingin menjadi staf di anjungan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
"Dia ingin ke sana minatnya, ingin jadi staf anjungan Taman Mini," ujar Chaidir, dikutip dari Kompas.com.
Jika benar mundur dari jabatan, Edy tidak lagi mendapat tunjangan jabatan dan transportasi.
Besaran gaji yang diterima tiap bulannya pun akan turun.
Besar penurunannya disebut bisa mencapai Rp 35 juta.
"Kalau (gaji) kadis sekitar Rp 50 jutaan kurang lebih, semua, itu take home pay. Dia sekarang tinggal di kisaran Rp 15 juta atau Rp 18 juta," ujar Chaidir.
Chaidir menjelaskan, setelah menjadi staf, Edy hanya akan menerima gaji pokok dan tunjangan kinerja daerah (TKD) sesuai golongannya.
"(Dapat) gaji pokok plus TKD sesuai pangkat dan golongan," kata Chaidir.
Sebagai staf biasa, usia pensiun Edy juga maju dua tahun menjadi 58 tahun.
Padahal, jika Edy tetap menjadi kepala dinas atau jabatan eselon II, usia pensiunnya di umur 60 tahun.
Masa kerja Edy hingga pensiun pun masih lama.
"(Edy) kelahiran tahun 1976, muda, baru 43 tahun. (Pensiunnya) masih 16 tahun lagi," ucap Chaidir.
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com/Nursita Sari)