Pelaku Penyiraman Air Keras Diamankan Polisi, Psikolog: Tak Ditemukan Adanya Delusi dan Halusinasi
Psikolog Kasandra Putranto tidak menemukan indikasi gangguan kejiwaan pada pelaku penyiraman air keras di jakarta Barat.
Penulis: Nuryanti
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Psikolog Kasandra Putranto menyatakan, pelaku penyiraman air keras di tiga lokasi berbeda di Jakarta Barat, tidak mengalami gangguan kejiwaan.
Menurutnya, pelaku sulit diajak berkomunikasi dengan orang lain.
"Tidak ditemukan adanya delusi, halusinasi, atau apapun yang bisa meragukan kesehatan jiwanya."
"Walau mungkin ada beberapa ciri khas khusus, misal kurangnya kemampuan komunikasi atau membina hubungan interpersonal," ungkapnya di Polda Metro Jaya, Sabtu (16/11/2019), melihat tayangan YouTube KOMPASTV.
Ia menambahkan, diduga pelaku menderita depresi akibat peristiwa masa lalu.
Baca: Pelaku Penyiraman Air Keras Jakarta Barat Pernah Alami Kecelakaan, Ingin Orang Lain juga Menderita
Baca: Pelaku Penyiraman Air Keras Diduga Depresi Akibat Peristiwa Masa Lalu, 9 Orang jadi Korban
"Meski pelaku sulit diajak berkomunikasi dan diduga depresi akibat peristiwa masa lalu," katanya.
Kasandra mengatakan, pelaku juga diduga mempunyai memiliki frustasi atas kejadian masa lalu tersebut.
"Yang bersangkutan ini juga mempunyai perasaan frustasi atas kejadian yang pernah dialaminya sebelumnya," ujarnya.
Dikutip dari Kompas.com, Sabtu (16/11/2019), pelaku mengaku pernah mengalami kecelakaan jatuh dari lantai 3, beberapa tahun lalu.
Baca: Tersangka Pelempar Cairan Kimia ke Siswi di Jakarta Barat Mengaku Dapat Bisikan Gaib
Baca: Cerita Pendiri Kaskus Tak Enak Makan dan Tidur Gara-gara Tersangkut Kasus Pemalsuan Dokumen
Anggota Subdit Jatanras Polda Metro Jaya, AKP Adhi Wananda mengatakan, pelaku ingin orang lain juga merasakan penderitaan setelah dirinya menyiram air keras.
"Jadi kalau mau sembuh (pelaku) katanya harus begitu (menyiram air keras). Jadi orang pengen merasakan apa yang dia (pelaku) rasakan," katanya di Polda Metro Jaya, Sabtu (16/11/2019).
Pada peristiwa masa lalunya, pelaku kekurangan uang untuk membiayai pengobatan.
Ia merasa kurang diperhatikan.
"Lalu mengalami kesulitan dalam pembiayaan pengobatan dan karena rasa marah itu, dia lampiaskan kepada orang lain dengan harapan orang lain akan merasakan apa yang dia rasakan," katanya.