Debat PSI vs Pendukung Anies: William Sebut Toa Kegagalan dan Usamah Pamer Lebih Canggih dari BMKG
William Aditya Sarana PSI sebut pengadaan toa tanda kegagalan Anies Baswedan, Usamah sebut toa Rp 4 miliar lebih canggih dari alat BMKG.
Penulis: Ifa Nabila
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Anggota DPRD DKI Jakarta fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William Aditya Sarana dan Ketua Relawan Jakarta Maju Bersama Usamah Abdul Aziz berdebat mengenai ide toa Gubernur Jakarta Anies Baswedan.
William menyebut ide toa yang sifatnya pemberitahuan banjir dalam waktu dekat sebagai kegagalan, lantaran harusnya peringatan diberikan jauh-jauh hari.
Sedangkan Usamah sebagai pendukun Anies Baswedan memamerkan alat yang dianggarkan Rp 4 miliar itu nantinya akan sangat canggih.
Bahkan kecanggihan alat itu dinilai melebihi alat milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Dilansir Tribunnews.com, perdebatan mereka terjadi dalam tayangan PRIMETIME NEWS di YouTube metrotvnews, Minggu (19/1/2020).
Awalnya, William menyarankan lebih baik warga Jakarta mendapat pemberitahuan banjir lewat aplikasi atau SMS sejak jauh-jauh hari.
Usamah memandang cara itu tidak efektif lantaran ia lebih berfokus pada pemberitahuan yang sifatnya diberikan saat itu juga.
Ia memberi contoh bahwa peringatan bencana di gedung-gedung biasanya menggunakan suara, bukan aplikasi atau SMS.
"Di mal-mal sekarang itu semuanya pakai suara," ujar Usamah.
"Apa iya orang yang berkunjung ke mal harus menggunakan aplikasi dulu, atau dapat SMS dulu? Enggak kan," tuturnya.
Pembawa acara Rory Asyari pun mengingatkan Usamah bahwa yang dibutuhkan warga juga peringatan jauh-jauh waktu.
Ia menyinggung kerjasama dengan BMKG yang mana ada pemberitahuan 6 jam sebelum hujan atau banjir sehingga masih ada waktu untuk mengantisipasi.
"Sebentar mas, ini seolah-olah peringatannya 5 detik sebelum bencana, bukannya peringatan itu harusnya berjam-jam?" tanya Rory.
"Kalau misal kita bekerjasama dengan BMKG, 6 jam sebelum hujan, atau 6 jam sebelum permukaan air naik, itu seharusnya sudah ada antisipasi," sambungnya.
Bagi Usamah, peringatan dengan suara melalui toa justru memaksimalkan tindakan antisipasi bencana banjir.
Usamah menyebut peringatan melalui aplikasi sudah banyak digunakan namun kurang maksimal.
"Karena itu kita pengin melakukan hal yang lebih maksimal," kata Usamah.
"Bukan hanya dengan WhatsApp. Kalau WhatsApp dan aplikasi itu sudah banyak. Nah dengan toa ini kita pengin melakukan hal yang lebih maksimal lagi," ucapnya.
Usamah mengkritik ide William soal aplikasi dan SMS yang mana tidak semua orang memperhatikan hal itu.
"Kalau tadi Mas William bilang 'Kalau enggak ada smartphone, pakai SMS', apa iya orang tengah malam ada SMS bangun? Enggak juga mas," kritik Usamah.
"Nah, hal ini yang harus diantisipasi," sambungnya.
Rory pun menanyakan pendapat William lantaran idenya menggunakan aplikasi dinilai ada kecacatan jika bicara tentang peringatan saat itu juga.
William menganggap pemberitahuan yang sifatnya saat itu juga menjadi tanda kegagalan mendeteksi potensi banjir.
"Ini adalah untuk peringatan saat itu juga, kalau misalnya tengah malam apa iya orang bangun dengan WhatsApp?" tanya Rory.
"Ya artinya itu kan ada kegagalan. Harusnya potensi banjir ini harus diberitahukan 2-3 hari sebelum bencana banjir itu terjadi," jawab William.
"Kalau diberitahukan pada hari itu juga, menurut saya itu sudah sangat gagal. Pertama gagal di pencegahannya, terus sistem peringatannya juga gagal, jebol semua tuh," imbuhnya.
Mendengar pendapat William, Usamah balik menyebut kekurangan dari idenya, yakni prediksi yang tidak selalu tepat.
"Apalagi ini 2-3 hari, come on, ini sudah lebih dari cukup, dan menurut saya 2-3 hari itu kayak kemarin tanggal 12 sampai Dubes Amerika memberikan warning juga," kata Usamah.
"Sudah dilakukan beberapa hari sebelumnya, apakah bisa tepat? Enggak," ujarnya.
Usamah mengklaim alat yang dicetuskan Anies Baswedan sudah sangat canggih dan nantinya akan bekerjasama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Bahkan alat ini dinilai lebih canggih dari alat yang digunakan BMKG untuk mendeteksi potensi banjir.
"Tapi ini adalah alat yang dia beli US ini adalah sebuah alat yang canggih yang bisa mendeteksi air yang akan datang nantinya, karena hujan pun sulit diprediksi oleh BMKG," terang Usamah.
"BPBD bisa menggunakan sistem ini berdasarkan informasi yang ada di pintu-pintu air. Begitu pintu air sudah memasuki ke siaga 3, dengan otomatis dari BPBD akan menginformasikan ke warga dan otomatis," tuturnya.
Usamah juga menggarisbawahi penyebutan toa yang menjadi pemberitaan.
Ia meralat bahwa yang dianggarkan Rp 4 miliar bukan hanya sekadar toa, namun disaster warning system (DWS) yang canggih.
Solusi dari PSI
Sebelumnya, William menyebut saran Anies Baswedan agar lurah keliling menggunakan toa demi mengumumkan datangnya banjir sangatlah tradisional seperti Perang Dunia II.
William pun menjelaskan solusi yang baginya lebih modern untuk antisipasi dampak banjir.
"Menurut saya, cara yang dipakai oleh Pak Gubernur menurut saya mirip dengan cara-cara Perang Dunia II, saya pernah bilang begitu kan," ujar William.
Meski demikian, William sebenarnya tahu ada ide Anies Baswedan yang lain dengan wujud toa yang lebih canggih yang akan memakan anggaran Rp 4 miliar.
"Karena begini, ada dua jenis toa sebenarnya yang ramai diperbincangkan hari-hari ini," kata William.
"Pertama yang canggih itu, yang Rp 4 miliar, yang satu lagi toa yang biasa," jelasnya.
Namun William menyorot pada ide Anies Baswedan agar lurah berkeliling kampung menggunakan toa yang dinilai sangat ketinggalan zaman.
"Pak Gubernur kan bilang lurah nanti keliling di kampung-kampung pakai toa, jadi ada dua jenis toa tuh," kata William.
"Nah, dua pendekatan ini yang di mana titik besarnya itu toa menurut saya cara yang sangat tradisional, seperti Perang Dunia II," sambungnya.
Sebagai solusi, William menawarkan aplikasi bernama Pantau Banjir yang ternyata sudah ada sejak lama.
"Harusnya lebih pakai pendekatan yang lebih modern. Pakai namanya aplikasi Pantau Banjir, kita sudah ada aplikasi Pantau Banjir," kata William.
William menjelaskan warga Jakarta bisa mengunduh aplikasi tersebut untuk nantinya diberi pemberitahuan terkait banjir.
"Nah dalam aplikasi Pantau Banjir tersebut, sebenarnya ada fitur yang namanya Siaga Banjir, jadi kalau ada banjir, orang yang download aplikasi itu akan diberikan notifikasi," jelasnya.
Sayangnya, aplikasi Pantau Banjir versi terbaru justru menghilangkan fitur pemberitahuan banjir tersebut.
Meski demikian, William menyebut warga yang tidak punya aplikasi tersebut bisa tetap mendapat pemberitahuan sebelum adanya banjir melalui SMS.
"Nah sayangnya sekarang fitur Siaga Banjir yang memberikan notifikasi tersebut sudah tidak ada di versi yang terbaru," tuturnya.
"Nah, bagi mereka yang tidak punya aplikasi bisa di-SMS, jadi lebih baik pakai cara-cara yang seperti itu," ucap William.
Berikut video lengkapnya:
(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)