Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lutfi Si Pembawa Bendera Divonis 4 Bulan Penjara, Diduga Hasil Kompromi Peradilan

Putusan majelis hakim ini seusai dengan tuntutan atau permintaan jaksa penuntut umum (JPU) yang dibacakan dalam sidang sehari sebelumnya.

Penulis: Reza Deni
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Lutfi Si Pembawa Bendera Divonis 4 Bulan Penjara, Diduga Hasil Kompromi Peradilan
Tribunnews/JEPRIMA
Dede Luthfi Alfiandi didampingi kuasa hukum sera ibunya saat keluar dari rutan Salemba, Jakarta Timur, Kamis (30/1/2020). Dede Lutfi merupakan terdakwa atas kasus dugaan penyerangan polisi saat aksi pelajar tolak RKUHP di Gedung DPR RI saat gelombang demo Reformasi Dikorupsi September tahun lalu dinyatakan bersalah dan dihukum empat bulan penjara dikurangi masa tahanan. Tribunnews/Jeprima 

Bahkan, Haris langsung keluar dari ruang persidangan usai Luthfi

Alfiandi dihukum 4 bulan.

Ia mengatakan kepada pewarta, bahwa putusan perkara Luthfi ini merupakan hasil kompromi pihak-pihak yang terlibat dalam peradilan.

Sebab, ia melihat mulai sidang dakwaan hingga putusan banyak prinsip dalam peradilan yang tidak ditaati.

Hal itu dikuatkan karena mulai hakim, jaksa hingga pengacara yang disediakan untuk terdakwa Luthfi terkesan kompak menyetujui putusan itu.

"Luthfi terjebak antara Jaksa Penuntut Umum (JPU), hakim, dan pengacara yang tidak menaati prinsip-prinsip peradilan. JPU memaksakan kasus, hakim tidak kritis. Pengacara juga tidak memanfaatkan haknya untuk membuktikan dan membela Luthfi dalam pledoi," kata Haris usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (30/1).

Saat sidang pembuktian, Haris juga menangkap adanya kompromi antara pengacara Luthfi dengan jaksa.

Berita Rekomendasi

Haris tak melihat ada ada usaha dari pengacara untuk mematahkan dakwaan jaksa, termasuk soal dugaan penyiksaan penyidik yang dialami Luthfi saat berada di penahanan Polres Jakarta Barat.

"Semisal dikatakan ditangkapnya di Jakarta Barat, seharusnya dia cari saksi. Yang berikutnya lagi seharusnya para lawyer itu memaksakan keterangan soal penyiksaan itu dibuka, karena indonesia sudah bagian dari Konvensi Anti Penyiksaan. Konvensi itu disebutkan, alat bukti yang didapat  penyiksaan itu tidak akurat," ujar Direktur Lokataru Foundation itu. (tribun network/rez/kps/coz)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas