Pedesaan Disebut Jadi Daerah Potensial Peredaran Narkoba
Untuk itu, Herry meminta masyarakat di daerah untuk memahami upaya polisi memberantas narkoba di seluruh Indonesia
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Pol Herry Heryawan mengungkapkan pedesaan adalah daerah potensial untuk pengedaran narkoba jenis tembakau sintesis atau biasa dikenal Gorila.
Hal itu diketahui usai penangkapan 13 tersangka pengedar narkoba jenis Gorila seberat 28,4 Kilogram (Kg) jaringan Jakarta-Surabaya.
Baca: Peredaran Narkoba Jenis Gorila Seberat 28,4 Kg Dikendalikan di Balik Lapas Sleman
Diketahui, penangkapan 13 orang tersangka kasus ini berdasarkan penyisiran dari enam Tempat Kejadian Perkara (TKP) secara terpisah di daerah Jakarta dan Surabaya sejak 27 Januari 2020 lalu.
Dari keterangan tersangka, pembeli banyak berasal dari daerah pedesaan.
Untuk itu, Herry meminta masyarakat di daerah untuk memahami upaya polisi memberantas narkoba di seluruh Indonesia.
"Orang-orang di tempat terpencil bisa memahami karena ini pasar potensial di daerah pedesaan," kata Herry saat rilis pengungkapan kasus narkoba di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (8/2/2020).
Herry mengungkapkan, para penjual maupun pembeli biasanya mengandalkan jejaring media sosial internet untuk melakukan transaksi.
Dalam kasus ini, pelaku mengedarkan dan berjualan narkoba melalui akun online shop di Instagram dan Facebook.
"Kalau saya jelaskan ini use of internet narkotika, bersangkutan melalui akun online shop dan akun medsos untuk menjual dan memperdagangkan tembakau Gorila ini. Ada ganja online dan kemudian usernya pengen lakukan transaksi pembelian bisa dirrect massanger lewat Instagram dan bisa mengikuti salah satu akun grup di Line," kata Herry.
Dalam transaksi jual beli itu, Herry menyebutkan, pelaku tidak menjual barang haram tersebut dengan sembarangan.
Sebab, kata dia, pembeli diminta mengisi formulir data diri terlebih dahulu untuk kemudian di verifikasi.
"Ada semacam form yang harus diisi dan ada cek dan ricek baru dijualkan," tuturnya.
Herry menuturkan, pelaku membanderol narkoba gorila tersebut mulai dari Rp 400 ribu hingga Rp 2 juta tergantung berat isi yang diminta oleh pelanggan.
Nantinya, mereka mengirimkan barang tersebut melalui jasa transportasi online ataupun jasa ekspedisi.
"Kadang mereka menggunakan ojol dan dia pun menyasar tempat dan penerimanya di tempat umum atau dikenali. Dan ada juga dia kirim menggunakan jasa pengiriman resmi," tukas dia.
Sebagaimana diketahui, tembakau sintetis atau Gorila adalah jenis narkotika yang bentuknya seperti ganja.
Namun berbeda dengan ganja biasa, tembakau yang biasa digunakan Gorila disemprotkan dengan bahan kimia yang berbahaya bagi pengguna.
Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika, menyatakan tembakau gorila masuk ke dalam golongan narkotika.
Seluruh tersangka yang ditangkap oleh polisi adalah RS, MT, FB, PRY, MA, IL, RD, AR, MN, WA, RT, ARN, NH, dan RTF.
Baca: Pembangunan Gereja di Karimun Ditolak, Pemerintah Diminta Aktif Lindungi Ibadah Kaum Minoritas
Rinciannya, sembilan tersangka berasal dari Jakarta dan empat tersangka lagi dari Surabaya.
Atas perbuatannya tersebut, tersangka dijerat Pasal 114 ayat (2) subsider pasal 112 ayat (2) Juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika dengan pidana paling 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1 milliar.