Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Remaja Pembunuh Bocah Bisa Sembuh dari Gangguan Jiwa, Kriminolog: Jangan Bilang Dia Pelaku

Remaja SMP pembunuh bocah di Sawah Besar, Jakarta Besar, disebut kriminolog sebagai korban, bukan pelaku.

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in Remaja Pembunuh Bocah Bisa Sembuh dari Gangguan Jiwa, Kriminolog: Jangan Bilang Dia Pelaku
TRIBUN JAKARTA / Muhammad Rizki Hidayat / Dion Arya Bima Suci
Barang bukti NF (kiri) dan Wakapolres Metro Jakarta Pusat, AKBP Susatyo Purnomo, saat menunjukkan gambar NF di kediaman pelaku (kanan) - Remaja SMP pembunuh bocah di Sawah Besar, Jakarta Besar, disebut kriminolog sebagai korban, bukan pelaku. 

TRIBUNNEWS.COM - Remaja SMP pembunuh bocah di Sawah Besar, Jakarta Pusat, NF (15), disebut memiliki kemungkinan besar bisa sembuh dari gangguan jiwa yang diidapnya.

Kepala Instalasi Forensik RS Polri Kramat Jati, Kombes Sumy Hastry Purwanti, mengungkapkan NF punya kesempatan untuk hidup normal jika mendapat penanganan medis.

Dikutip Tribunnews dari Tribun Jakarta, Hastry menegaskan NF bisa sembuh jika dia memiliki kemauan.

Sentra Visum dan Medikolegal di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (9/3/2020).
Sentra Visum dan Medikolegal di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (9/3/2020). (KOMPAS.COM/DEAN PAHREVI)

"Bisa sembuh, harus didampingi (penanganan medis) terus."

"Semua orang sakit kan bisa sembuh, kecuali dia enggak mau sembuh," beber Hastry di RS Polri Kramat Jati, Kamis (12/3/2020).

Baca: Otak Remaja SMP Pembunuh Bocah di Sawah Besar Diteliti untuk Tahu Penyebab Ia Minim Empati

Baca: Sering Nonton Film Horor, Remaja Pembunuh Bocah Diduga Punya Pikiran Ekstrem hingga Rencana Membunuh

Ia menyebutkan, pembunuh berantai mengidap gangguan jiwa bisa sembuh, sudah terbukti dalam beberapa kasus.

"Banyak contoh kasusnya (pelaku pembunuhan sembuh), orang yang sudah dipulangkan dari RS Jiwa kan karena dianggap sudah sembuh," ungkap Hastry.

BERITA TERKAIT

"Kalau psikiatri forensik dia ngasih obat, karena dia dokter. Ketika sudah tahu gangguan jiwa dikasih obat," imbuh dia.

NF sendiri disebutkan kooperatif saat menjalani pemeriksaan selama tiga hari ini.

Meski begitu, Hastry enggan mengungkapkan hasil pemeriksaan awal NF.

Pasalnya, yang berhak menjelaskan adalah dokter spesialis jiwa.

Hastry dilibatkan karena pernah mengenyam pendidikan psikiatri jiwa forensik.

"Kooperatif, baik-baik saja. Masih pemeriksaan dan dalam penanganan tim dokter," ungkap Hastry, Rabu (11/3/2020), dilansir Tribun Jakarta.

Kepala tim dokter jiwa forensik RS Polri Kramat Jati Henny Riana saat memberi keterangan, Senin (9/3/2020).
Kepala tim dokter jiwa forensik RS Polri Kramat Jati Henny Riana saat memberi keterangan, Senin (9/3/2020). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

"Yang pasti dan berhak menjawab dokter spesialis jiwa atau psikiatri."

Baca: Soal Remaja Bunuh Bocah di Jakpus, Jajang C Noer Duga Pelaku Kesepian hingga Ingin Jadi Buah Bibir

Baca: Soal Remaja Bunuh Bocah, Dokter Forensik Ungkap Kemungkinan Penyebab Empati Pelaku Tak Tumbuh

"Tapi pemeriksaan ini untuk melihat penyebab anak bisa melakukan pembunuhan," tambahnya.

Mengutip Tribun Jakarta, Kepala Tim Dokter Jiwa Forensik RS Polri Kramat Jati, Henny Riana, mengatakan pemeriksaan terhadap NF ditargetkan rampung dalam waktu 14 hari kerja.

Meski begitu, lamanya waktu pemeriksaan tergantung bagaimana proses observasi.

"Bisa lebih cepat, tergantung bagaimana proses observasi nanti. Karena setiap kasus kan berbeda," jelas Henny, Senin (9/3/2020).

NF bukan pelaku

Kriminolog anak, Haniva Hasna, mengatakan NF bukanlah pelaku, melainkan korban dari keluarga dan lingkungan yang tak memahaminya.

Wakapolres Metro Jakarta Pusat AKBP Susatyo Purnomo memperlihatkan buku catatan milik remaja 15 tahun yang bunuh bocoh 6 tajun di Sawah Besar, Jakarta Pusat, Jumat (6/3/2020).
Wakapolres Metro Jakarta Pusat AKBP Susatyo Purnomo memperlihatkan buku catatan milik remaja 15 tahun yang bunuh bocoh 6 tajun di Sawah Besar, Jakarta Pusat, Jumat (6/3/2020). (TRIBUNJAKARTA.COM/DIONSIUS ARYA BIMA SUCI)

Dilansir Tribun Jakarta yang mengutip tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC), Haniva menjelaskan kedekatan anak dengan keluarga berperan besar dalam menentukan tindakannya.

"Dia ini korban, jadi jangan bilang dia pelaku, kenapa jadi pelaku? Karena dia korban."

"Korban dari agensi keluarganya tadi, dan lingkungan," tegas Haniva.

"Pada saat dia enggak ada kedekatan, enggak ada tanggung jawab," ungkapnya.

Baca: Jika Remaja Pembunuh Bocah Dinyatakan Gangguan Jiwa, Keluarga Korban Ingin Pelaku Pindah Rumah

Baca: Hubungan Remaja Pembunuh Bocah 6 Tahun dengan Ibu Tiri Diungkap, Tetangga: Tak Pernah Bertengkar

"Saat anak tidak merasa punya kedekatan apapun dengan orang tuanya, dia akan bebas melakukan apapun," tutur dia.

Haniva juga menjelaskan, perbuatan NF hingga membunuh APA (5), tetangganya sendiri, menunjukkan ia tidak memiliki kedekatan dengan masyarajat dan pihak sekolah.

"Ketiga, involvement, keterlibatan dia di masyarakat, keterlibatan dia di sekolah, berarti tidak ada sama sekali," tandas dia.

Kak Seto ingin NF tak dipenjara

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau akrab dipanggil Kak Seto, meminta NF untuk tak dipenjara.

Ia menyarankan agar NF direhabilitasi.

Hal ini disampaikan Kak Seto kepada Kompas TV pada Selasa (10/3/2020).

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau lebih dikenal dengan Kak Seto.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau lebih dikenal dengan Kak Seto. (Tribunnews.com/Mafani Fidesya Hutauruk)

“Kami apresiasi kepolisian. Tapi diimbau untuk tidak menahan pelaku, melainkan memberikan rehabilitasi,” ucapnya.

Rehabilitasi, menurut Kak Seto, diperlukan agar perilaku NF bisa berubah.

Ia juga menjelaskan, aksi kekerasan oleh anak-anak dipengaruhi lingkungan tempat tinggalnya.

Baca: Bahas Remaja Bunuh Bocah, Tika Bisono Geram Orangtua Beri Gadget ke Anak: Ingat Kata Bill Gates

Baca: Soal Remaja 15 Tahun Pembunuh Bocah 6 Tahun, Ahli Sebut Soal Tanda-tanda Psikopat

Seperti kurangnya pengawasan orang tua, membiarkan anak menyaksikan kekerasan hingga mencontoh.

“Anak bisa melakukan kekerasan hingga menelan korban jiwa diduga karena kurangnya pengawasan orang tua,” tegasnya.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, TribunJakarta/Bima Putra//Wahyu/, KompasTV/Tito Dirhantoro)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas