Derita Buruh Cuci Sri Murti, Rumahnya Terendam Banjir di Tengah Pandemi Corona
"Intinya apapun keadaannya harus bersyukur. Biarpun pusing, yang penting kitanya masih mau usaha," ujar Sri Murti
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusing ialah kata yang terus diucapkan oleh Sri Murti, warga RT 11/5, Kelurahan Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Kata tersebut terus terucap sejak ia mengetahui ketinggian debit Bendungan Katulampa naik siaga 2 pada Sabtu (18/4/2020) sore.
Saat pandemi virus corona, kehidupan keluarga Sri terbilang sulit. Pasalnya suaminya, Wisnu berhenti bekerja sebagai sopir angkutan umum selama wabah ini.
Sepinya penumpang membuat sang suami tak dapat membayar biaya sewa angkot seharga Rp 150 ribu perhari.
Begitu pula dengan Sri, sejak wabah Covid-19 ini, ia sudah tak bekerja lagi di kantin Universitas Binawan, Jakarta Timur.
Baca: Kisah Ika Dewi Maharani, Relawan Perempuan Satu-satunya yang Jadi Sopir Ambulans di RS Covid-19
"Pusing kalau begini. Pas tahu siaga 2, yang ada dipikiran saya cuma pusing. Pertama lagi wabah begini dan saya sudah dua bulan enggak kerja, suami juga sama. Terus ditambah harus ada banjir," katanya kepada TribunJakarta.com, Minggu (19/4/2020).
Baca: Ramadan Ini Masjid Istiqlal Tiadakan Tarawih dan Buka Puasa Bersama, Juga Takbir dan Salat Ied
Selama ini, Sri menuturkan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia bekerja sebagai buruh cuci yang dibayar Rp 30 ribu perhari.
"Kalau banjir saya enggak bisa kerja. Padahal dua anak saya makan dari penghasilan saya cuci gosok yang dibayar Rp 30 ribu," jelasnya.
Baca: Penjelasan Dewan Pakar IDI: Virus Corona Berpotensi Mati dengan Sendirinya
"Kalau banjir biarpun sekarang surut, saya mau cuci gosok juga sudah lelah. Tadi kan sampai 150 cm ketinggiannya," lanjutnya.
Kendati demikian, Sri mengaku tetap bersyukur karena banjir kiriman pada dini hari sudah surut sekira pukul 10.00 WIB.
Baca: Pagi Ini Pendaftaran Kartu Pra Kerja Gelombang II Kembali Dibuka, Ini Persyaratannya
Tentunya, hal ini tak sampai membuatnya mengungsi seperti beberapa tahun terakhir.
"Untungnya cepat surut. Air masuk dini hari, paginya surut. Alhamdulillahnya begitu. Sebab saya pernah 3 bulan di Universitas Binawan karena banjir," jelasnya.
"Intinya apapun keadaannya harus bersyukur. Biarpun pusing, yang penting kitanya masih mau usaha."
"InsyaAllah ada jalan. Sebab hampir semuanya juga merasakan dampak dari wabah Covid-19," ujarnya berusaha tabah.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Terendam Banjir Kiriman Saat Pandemi Virus Corona, Sri Pusing Tak Bisa Bekerja
Penulis: Nur Indah Farrah Audina