Polri Pastikan Protokol Kesehatan Diterapkan Menyusul Dibukanya Kembali Moda Transportasi Umum
Pemerintah tetap menegaskan mudik dilarang. Hanya orang-orang tertentu yang memenuhi syarat diperbolehkan untuk bepergian ke luar kota.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
Menurutnya, upaya penanggulangan Covid-19 terkait hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam konteks penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar dan bencana saling tumpang tindih sehingga memunculkan persoalan.
"Ada sikap partisan sejak awal penetapan (PSBB). Sejak munculnya wabah (Covid-19) di Wuhan," katanya saat diskusi Kewenangan Daerah Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19, Sabtu (9/5/2020).
Baca: Getirnya Kesaksian ABK Indonesia yang Berhasil Bertahan, Kenang Momen Pahit Lepas Jenazah Rekan
Mengacu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, ketika terjadi kedaruratan kesehatan, kewenangan pemerintah pusat lebih kuat dan pemerintah daerah berada di bawah kontrol pemerintah pusat.
Sedangkan pada situasi tidak terjadi kedaruratan kesehatan, Ketua Umum Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah itu mengungkapkan, kesehatan menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Namun, tidak semua daerah menaruh perhatian pada bidang kesehatan.
"Meskipun sudah desentralisasi tidak semua daerah memberi perhatian pada kesehatan. Kemampuan menangani pasien Covid-19 terbatas. Banyak daerah tidak mempunyai perhatian kuat pada kesehatan. Atau urusan kesehatan tidak menarik karena bukan isu politik yang eksis," tuturnya.
Sehingga, pelayanan kesehatan dan jumlah tenaga medis antara satu daerah dengan daerah lain berbeda. Atas dasar itu, dia mengkhawatirkan, pandemi Covid-19 tidak akan segera berakhir di Indonesia.
"Daya tahan daerah menjadi persoalan, karena tidak semua daerah mempunyai sumber daya untuk menghadapi pandemi. Korban terbesar di daerah yang tingkat kemampuan melayani kesehatan dan menanggulangi kesehatan tidak sekuat DKI dan daerah besar," tambahnya. (theresia/glery/tribunnetwork/cep)