Pemberlakuan Jam Malam di Kota Depok Ternyata Belum Disertai Sanksi Terhadap Pelanggar
Wali Kota Depok Mohammad Idris hingga sekarang belum menerbitkan peraturan resmi mengenai kebijakan ini.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Kebijakan "pembatasan aktivitas warga" yang dianggap serupa jam malam di Depok saat ini masih dalam tahap sosialisasi.
Wali Kota Depok Mohammad Idris hingga sekarang belum menerbitkan peraturan resmi mengenai kebijakan ini.
Dasar aturan pemberlakuan kebijakan jam malam di Kota Depok baru sekadar surat edaran tanpa ketentuan sanksi.
Kepala Satpol PP Kota Depok, Lienda Ratnanurdianny mengamini hal tersebut. Sebagai garda terdepan pengawasan kebijakan pemerintah, pihaknya memastikan belum ada sanksi soal jam malam.
"Jadi 3 hari ini, sebelum peraturan wali kota (terbit), karena ada rilis dari gugus tugas ini kami lakukan sosialisasi kepada seluruh warga masyarakat," ujar Lienda kepada wartawan pada Senin (31/8/2020) malam.
"Sosialisasinya kami rencanakan dua hari ke depan lagi," imbuhnya.
Sebagai informasi, dalam kebijakan jam malam yang dirilis wali kota, layanan langsung di toko, mal, supermarket, dan minimarket dibatasi hingga pukul 18.00 WIB.
Baca: Jam Malam Diberlakukan, Pusat Perbelanjaan di Depok Tutup Pukul 18.00 WIB
Selain itu, aktivitas warga dibatasi sampai pukul 20.00 WIB.
Lienda mengaku belum dapat memastikan kapan pemberlakuan kebijakan jam malam yang diiringi dengan konsekuensi hukum.
"Sosialisasinya saja dulu dan kemudian nanti dievaluasi tingkat kepatuhan masyarkatnya. Apakah sudah patuh atau memang diperlukan peningkatan terhadap ketentuan tersebut berupa penindakan-penindakan atau sanksi-sanksi lainnya," ungkapnya.
"Sanksinya itu kan belum ada, sekarang tahap sosialisasi. Saya belum bisa memastikan sanksinya seperti apa, yang jelas nanti (termuat di) peraturan wali kota," Lienda menambahkan.
Data terbaru yang disampaikan Pemkot Depok, ada temuan kasus baru sebanyak 58 pasien, sementara ada 57 pasien yang diklaim pulih dan seorang pasien meninggal dunia.
Dengan ini, maka total kasus Covid-19 di Depok mencapai 2.210 kasus, masih yang tertinggi di antara kota dan kabupaten lain di Jawa Barat.
Lalu, dari jumlah tersebut, sebanyak 594 pasien Covid-19 saat ini masih ditangani, baik dirawat di rumah sakit maupun isolasi mandiri di rumah.
Wali Kota Depok mengklaim, peningkatan kasus aktif Covid-19 di wilayahnya disumbang oleh kasus-kasus yang berasal dari luar Depok alias kasus impor.
Selama 2 pekan pada pertengahan Agustus 2020, kasus impor dari tempat kerja disebut menyumbang sekitar 70 persen temuan kasus baru.
Sisanya adalah penularan secara lokal, umumnya di wilayah tempat tinggal.
"Kasus imported case ini berasal dari klaster perkantoran dan tempat kerja, yang berdampak pada penularan di dalam keluarga," kata Idris.
Kini 47 dari total 63 kelurahan di Depok masuk kategori kelurahan zona merah karena masing-masing mencatat lebih dari 5 kasus aktif Covid-19.
Menyadari kasus Covid-19 yang meninggi, Pemerintah Kota Depok mengklaim mulai menggencarkan tes swab PCR mulai pekan terakhir Agustus.
Targetnya, ada 355 spesimen per hari yang diperiksa demi mengejar standar minimal yang ditetapkan WHO (meskipun WHO menetapkan standar jumlah tes PCR dengan satuan orang, bukan spesimen karena satu orang bisa berulang kali dites).
“Tes swab massal (diprioritaskan) pada kasus kontak erat, suspek, dan sasaran prioritas lainnya yang ditetapkan,” ujar Idris.
Namun, karena ketiadaan transparansi data, tidak diketahui sejauh mana realisasi jumlah tes swab massal tersebut, apakah telah mencapai target atau belum.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Belum Ada Sanksi, "Jam Malam" di Depok Masih Tahap Sosialisasi"