Salut! Kisah ETKTD yang Semangat Ajarkan Anak-Anak Bahasa Inggris di Tengah Pandemi
English to Knock the Door atau yang sering disingkat ETKTD adalah sebuah komunitas yang fokus mengajarkan bahasa Inggris untuk anak-anak kurang mampu.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM – Keadaan pandemi Covid-19 sepertinya tak menyurutkan semangat anak muda Indonesia untuk terus berkontribusi membantu masyarakat. Salah satunya seperti yang dilakukan para volunteer organisasi nonprofit English to Knock the Door.
English to Knock the Door atau yang sering disingkat ETKTD adalah sebuah komunitas yang fokus mengajarkan bahasa Inggris untuk anak-anak kurang mampu.
Menurut penuturan Chief Operation ETKTD Tahun 2020 Ngakan Made Dwi, ETKTD diawali inisiatif Paskah Widarani, founder ETKTD, bersama teman-temannya yang merasa bahasa Inggris adalah kebutuhan bagi anak-anak dan tak seharusnya dikuasai segelintir orang.
Niatnya tersebut akhirnya menjadi kenyataan ketika ada sebuah pemilik PAUD di Rawa Buaya, Jakarta Barat, meminjamkan PAUD-nya untuk dijadikan tempat belajar bahasa Inggris anak-anak sekitar. Dari situ ETKTD resmi berdiri pada tahun 2015.
Dalam proses pengajarannya, ETKTD memperkenalkan dan mengajarkan bahasa Inggris dengan cara yang lebih fun dan happy sehingga tidak seformal pengajaran di sekolah.
“Disini kami belajar sembari bermain, bernyanyi, menggambar, dan membuat kerajinan tangan, karena selain ingin memperkenalkan bahasa Inggris, kami ingin menggali kreatifitas anak-anak tersebut,” ujar Made.
Hebatnya lagi, semangat mengajarkan anak-anak bahasa Inggris ini tak mereda walau pandemi Covid-19 melanda. Bekerja sama dengan PAUD dan para volunteer yang ada, ETKTD akhirnya membuka kelas secara online.
“Kami masih tetap ingin mengajar karena di masa pademi ini kami ingin tetap produktif meskipun dengan keterbatasan yang ada. Ditambah lagi, kami tidak ingin adik-adik kehilangan semangat belajar sama kami. Selain itu, adik-adik juga sering tanya ke kami selama pandemi kapan belajar lagi, dan jujur itu yang bikin kami kuat mengajar sampai saat ini,” ujar Made.
Walaupun begitu, mengajar secara online ditengah pandemi ini bukanlah tanpa tantangan. Made menjelaskan sebelum pandemi jumlah anak-anak yang belajar mencapai 40-50 anak mulai dari PAUD sampai SMP. Namun selama pandemi ini, karena hanya bisa mengirimkan soal dan berkomunikasi via Whatsapp, Google Meet, atau Zoom, terkadang ada beberapa anak yang tidak mengikuti kelas online ETKTD.
“Hal itu karena selain keterbatasan kuota, kadang mereka juga tidak tertarik dengan kelas online ini. Ditambah lagi kelas kami bukanlah kelas wajib yang harus didatangi, dengan kata lain kelas kami ini bebas, siapa saja bisa ikut selama mereka anak-anak. Tapi meskipun begitu, masih ada 10-20 anak yang semangat, dan tentu saja kami gak mau kalah sama mereka. Jadi syukur sampai sekarang kami akan coba terus berinovasi dan mencari cara agar menarik anak-anak lain agar ikut kelas kami meskipun secara online,” tutur Made.
Hampir mirip dengan metode Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) yang dilakukan sekolah formal, para volunteer ETKTD memanfaatkan aplikasi Whatsapp untuk berkomunikasi dengan murid-murid mereka dalam kelas online yang diadakan dua minggu sekali ini.
Made menjelaskan semua anak-anak yang biasa mengikuti kelas ETKTD dikumpulkan dalam sebuah grup Whatsapp, kemudian para volunteer ETKTD akan memberikan instruksi bagaimana cara mengerjakan soal atau latihan yang diberikan.
“Mereka (anak-anak) juga bisa nanya-nanya di group itu sama kakak volunteer-nya, dan jika sudah selesai tugasnya bisanya kita review bareng-bareng via Google Meet atau Whatsapp Video Call untuk menjelaskan ke mereka. Jadi walaupun secara online bisa dibilang esensi belajar-mengajarnya masih tetap ada,” ujar Made.
Untuk mempermudah anak-anak didik mereka dalam belajar selama pandemi, ETKTD juga menghadirkan The Little Project, yaitu buku aktivitas atau latihan yang dibuat para volunteer ETKTD untuk anak-anak yang berisikan soal-soal latihan bahasa Inggris dengan sedikit science project yang bisa dikerjakan selama di rumah.