Eko Nugriyanto: BPJS Ketenagakerjaan Melindungi Seluruh Pekerja Yang Berkarya Untuk Bangsa Ini
BPJS Ketenagakerjaan didorong untuk terus meningkatkan kepesertaan dan pelayanan tidak hanya kepada tenaga kerja non aparatur sipil negara (Non ASN)
Editor: Toni Bramantoro
Syarief mengamini keinginan dan harapan BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta untuk memperluas kepesertaan dari kalangan pekerja formal dan informal yang disebutkan sekira 1 juta orang yang disebutkan Eko senilai Rp 200 miliar.
"Bagi DKI Jakarta duit sebesar itu tidak sulit. Dana Bansos saja Rp 1,2 triliun," selorohnya.
Untuk tahun 2022 memang, kata politikus Gerindra ini, tidak bisa dianggarkan. Ini karena APBD sudah diteken Mendagri.
Namun Syarief mengusulkan bila tetap ingin mendapatkan anggaran untuk tahun 2022, BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta tinggal melobi Kemendagri untuk memasukkan anggaran kepesertaan tenaga kerja khususnya yang informal.
"Kalau dilobi kemungkinan bisa. Ini lobi tingkat tinggi. Nanti masuknya bisa ke dalam dana bansos atau diambil dari pos lain. Kalau bisa Rp 100 miliar dulu jangan sekaligus," ujarnya.
Sementara Yusuf M Said memuji Jokowi yang mengeluarkan Inpres No 2 Tahun 2021. Jurnalis senior itu menyebut Jokowi sangat berempati kepada warganya khususnya kepada pekerja formal dan juga tenaga kerja informal.
Hery Susanto dalam pemaparan kuncinya menyatakan tekanan kepada BPJS Ketenagakerjaan memang sangat berat akibat pandemi COVID-19 ini.
"Tekanan akibat pandemi berdampak pada melemahnya roda perekonomian nasional. Dalam pandemi ini sungguh banyak tekanan karena banyak PHK dan karyawan yang dirumahkan. Satu-satunya bekal mereka adalah jaminan hari tua. (JHT). Banyak yang ingin narik JHT," ujar Hery.
"Masa pandemi ini pekerja dan pemberi kerja susah membayar iuran. Ini ada dampaknya pada BPJS," tambahnya.
Inpres No 2 Tahun 2021 juga dipuji Hery Susanto karena dengan kebijakan dan kewenangannya itu mengerahkan 26 kementerian dan lembaga untuk melakukan tugas dan fungsi untuk optimalisasi program jaminan sosial ketenagakerjaan. Bebannya dimasukkan ke APBN dan atau APBD.
"Melalui Inpres ini, BPJS Ketenagakerjaan yang awalnya itu didominasi modal dari pekerja dan pemberi kerja kini diguyur APBN dan atau APBD," kata Hery.
Kini yang menjadi persoalan, sambung Hery, implementasi dari Inpres No. 2 Tahun 2021 yang masih terbilang lambat dilakukan BPJS Ketenagakerjaan sebagai leading sector-nya.