Dituntut 3 Tahun Penjara, Jumhur Bakal Sampaikan Pleidoi Pekan Depan
Terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks sehingga membuat keonaran di masyarakat Muhammad Jumhur Hidayat akan mengajukan nota pembelaan atau
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks sehingga membuat keonaran di masyarakat Muhammad Jumhur Hidayat akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Diketahui, dalam perkara ini, pentolan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu dituntut hukuman penjara tiga tahun.
Menyikapi tuntutan tim kuasa hukum Jumhur, Oky Wiratama mengatakan pihaknya akan melakukan pembelaan secara tertulis yang akan disampaikan pada sidang pekan depan.
"Kami akan mengajukan pledoi secara tertulis di sidang selanjutnya Minggu depan," kata Oky seusai mendengar tuntutan jaksa.
Mendengar keputusan dari pihak Jumhur, hakim ketua Hapsoro Widodo menyebutkan persidangan akan ditunda untuk satu pekan ke depan.
Sidang dengan agenda pembacaan pleidoi tersebut rencana akan digelar pada Kamis (30/9/2021).
"Sidang selanjutnya kami tunda satu minggu, Kamis 30 September 2021," kata hakim seraya menutup persidangan.
Baca juga: Perkara Berita Bohong Soal Omnibus Law Cipta Kerja, Jumhur Hidayat Dituntut 3 Tahun Penjara
Dituntut 3 Tahun Penjara
Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan tuntutan terhadap terdakwa penyebaran berita hoaks alias bohong sehingga membuat keonaran terkait Undang-Undang Omnibus-Law Cipta Kerja, Muhammad Jumhur Hidayat.
Agenda pembacaan sidang tuntutan itu digelar, Kamis (23/9/2021) siang ini di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Dalam tuntutannya jaksa menyatakan pimpinan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu secara sah dan bersalah menyebarkan berita bohong sehingga membuat keonaran melalui postingan media sosial twitternya.
"Terdakwa secara sah melakukan tindak pidana dengan menyiarkan berita bohong sehingga menciptakan keonaran di kalangan masyarakat,"kata jaksa dalam tuntutannya di ruang sidang, Kamis (23/9/2021).
Adapun tuntutan itu sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama primer.
Dengan begitu, Jaksa menuntut terdakwa Jumhur Hidayat dengan pidana penjara 3 tahun penjara dikurangi masa tahanannya.
"Menuntut supaya Majelis Hakim, menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Jumhur Hidayat selama 3 tahun dikurangi masa tahanan," tuntut Jaksa.
Jaksa juga menuntut agar terdakwa Jumhur Hidayat segera ditahan serta beberapa barang bukti diserahkan kembali kepada terdakwa.
Diketahui dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Jumhur Hidayat menyebarkan berita bohong dan membuat keonaran lewat cuitan di akun Twitter pribadinya, terkait Undang - Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Jaksa menilai cuitan Jumhur ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dalam hal ini golongan pengusaha dan buruh.
Akibat dari cuitannya itu, timbul polemik di tengah masyarakat terhadap produk hukum pemerintah. Sehingga berdampak pada terjadinya rangkaian aksi unjuk rasa yang dimulai pada 8 Oktober 2020, hingga berakhir rusuh.
Melalui akun Twitter @jumhurhidayat, ia mengunggah kalimat "Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah".
Kemudian pada 7 Oktober 2020, Jumhur kembali mengunggah cuitan yang mirip-mirip berisi "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTOR dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BEERADAB ya seperti di bawa ini".