Merasa Dirugikan, Anggota CPA Resmi Ajukan Gugatan ke Pengadilan
Menurut Affandy, pemegang Sertfikat CPA merasa dirugikan karena dalam Undang-Undang No. 5 tahun 2011 dan PMK No. 154.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah pemegang Sertified Public Accountant (CPA) yang diwakili oleh Tubagus Ismail, Joni Wanson Purba dan Rosalin Hutahayan selaku anggota pemegang CPA resmi mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 27 September 2021.
Salah satu pemegang sertifikat CPA, Affandy yang juga dikenal sebagai pengacara mengatakan gugatan dilayangkan sehubungan dengan dugaan pengurus IAPI tidak menjalankan wewenang yang diamanahkan oleh UU No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan PMK Nomor 154/PMK.01/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Akuntan Publik.
"Gugatan ini bermula dengan adanya kebijakan IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia) yang diduga mempersulit para 2.500 pemegang Sertified Public Accountant (CPA) untuk menjadi akuntan publik atau membuat kantor akuntan publik," tutur Affandy kepada media, Minggu (7/11/2021).
Baca juga: Tiga Asosiasi Akuntan Dorong Lingkungan Kerja yang Beragam dan Inklusif
Menurut Affandy, pemegang Sertfikat CPA merasa dirugikan karena dalam Undang-Undang No. 5 tahun 2011 dan PMK No. 154 syarat mengajukan izin Ap atau KAP adalah memiliki Sertfikat tanda lulus ujian profesi Akuntan Publik (CPA) dan mempunyai pengalaman melakukan auditi 1.000 (seribu) jam.
"Namun kebijakan IAPI malah pemegang sertifikat CPA untuk mendapatkan rekomendasi mengajukan izin harus melalui ujian kembali sebagai pengganti verifikasi pengalaman kerja yaitu ujian AASL dengan biaya Rp 3.000.000 dan Ujian Komprehensif Rp 3.500.000," terangnya.
Atas kebijakan yang bertentangan tersebut, para pemegang sertifikat CPA menuntut dengan mendaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 27 September 2021 dengan nomor perkara 817/Pdt.G/2021/PN JKT SEL.
Sebelum masalah masuk ke pengadilan para pemegang sertifikat CPA telah melakukan pengiriman surat kepada IAPI juga kepada P2PK (Pusat Pembinaan Profesi Keuangan) Kementerian Keuangan yang tujuannya untuk mempertanyakan kebijakan tersebut.
Selanjutnya karena tidak menemukan jalan keluar para pemegang Sertifikat CPA yang diwakili beberapa orang menuntut tergugat IAPI dan turut tergugat P2PK di pengadilan negeri secara perdata sebesar Rp 9,3 milyar.
Affandy menegaskan menyikapi permasalahan akuntan publik tersebut.
Seharusnya, kata dia, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, melalui P2PK harus meninjau PMK juga bila perlu mengusulkan perubahan UU yang memberikan hanya satu assosiasi (IAPI) yang ditunjuk untuk merekomendasi izin Akuntan Publik.
Ia menilai, hal tersebut sudah tidak seirama dengan UU anti monopoli dan juga kebijakan pemerintah untuk memudahkan isin Usaha dalam rangka memajukan perekonomian dan memperluas lapangan kerja.