Mamah Edo dan Jajang Tak Berniat Pindah Meski Rumahnya di Muara Angke Kerap Diterjang Banjir
Mamah Edo dan Jajang tak terpikir untuk meninggalkan kediamannya saat ini dan berpindah ke lokasi lain.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rasa kantuk sudah mulai menyerang Mamah Edo (56) karena jarum jam sudah menunjuk pukul 22.00 WIB, Selasa (7/12/2021).
Niat melepas penat di atas kasur harus sirna begitu melihat masuknya air ke dalam rumahnya di Jl Kerapu I, Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Air cokelat yang serupa kopi susu itu merangsek masuk ke kediamannya sekira pukul 22.30 WIB.
Perabotan rumah tangganya pun rusak terkena banjir rob, mulai dari lemari, rak-rak kayu, dispenser, hingga ranjang dan kasur.
Mamah Edo tak menyangka banjir rob akan memasuki kediamannya.
Sebab bangunan rumahnya sudah ditinggikan satu setengah meter guna mengantisipasi banjir semacam ini berdasarkan pengalaman di masa lampau.
"Semuanya hancur karena banjir rob ini. Kemarin siang itu depan rumah masih kering nggak ada air. Tapi tahu-tahu malam itu kok masuk ke rumah. Ini banjir rob terbesar sih selama saya disini," ujar Mamah Edo, Rabu (8/12/2021).
Perempuan asli Palembang itu sudah hidup di kawasan Muara Angke ini 26 tahun lamanya.
Bersama sang suami, Mamah Edo mengadu nasib ke Ibukota.
Banjir rob bukan kali pertama dia rasakan, hanya saja memang banjir rob kali ini yang terbesar menurutnya.
Koyo tampak terpasang di kening dan tengkuk leher Mamah Edo.
Seraya membersihkan air dan tanah yang berada di kediamannya, dia mengatakan koyo itu adalah usaha meredakan pusing di kepalanya akibat perabotan dan harta benda yang rusak.
Baca juga: Jokowi Tinjau Pembangunan Tanggul di Sintang: Kita Harapkan Bisa Mengurangi Banjir
Terlepas banjir rob yang bisa datang sewaktu-waktu, dia tak menampik sangat kerasan tinggal di kawasan Muara Angke.
Menurutnya kawasan ini sangat nyaman ditinggali.