Manuver Anies Baswedan Soal Pergantian Nama Jalan Terus Berlanjut, Anggota DPRD: Pak Anies Blunder
Menurut Anies, pergantian 22 nama jalan di Jakarta itu baru gelombang pertama dan ia siap melakukan pergantian nama jalan gelombang selanjutnya
Editor: Muhammad Zulfikar
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth menilai pergantian nama jalan bukan hanya akan merepotkan warga sekitar, tetapi banyak pihak lantaran berdampak terhadap berbagai aspek baik sosial maupun perekonomian, terbukti bahwa sudah ada penolakan di beberapa tempat.
Baca juga: Pergantian 22 Nama Jalan Tuai Polemik, Gubernur DKI Anies Baswedan Bakal Dipanggil Kemendagri ?
"Pergantian nama jalan ini pasti akan merepotkan banyak pihak, pertama warga sekitar, lalu usaha dan jasa layanan pengiriman logistik yang akan berdampak. Mengubah nama jalan itu tidak bisa sembarangan, ada aturannya, apalagi belakangan ini muncul penolakan penggantian nama jalan di beberapa tempat setelah diresmikan oleh Gubernur Anies," kata Kenneth dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/7/2022).
Pada 2018 lalu, sambung Kent, Anies ingin mengubah nama jalan yang semula adalah Mampang Prapatan Raya itu menjadi Jenderal Besar AH. Nasution.
Namun, rencana tersebut gagal dan mendapat pertentangan dari masyarakat.
Padahal dalam kasus itu, Pemprov DKI Jakarta sudah melakukan sosialisasi kepada warga, tapi ditentang karena memang nama Mampang Prapatan hingga Warung Buncit juga mempunyai nilai historis.
"Pada 2018, dalam kasus ini Pak Anies blunder, karena mengubah nama jalan yang sudah ada, dan itu mempunyai nilai historis seperti Mampang Prapatan dan juga Warung Buncit, walaupun Pemprov DKI sudah melakukan sosialisasi kepada warga, hingga akhirnya dibatalkan karena muncul banyak penolakan dari masyarakat. Pada prinsipnya kalau mau mengubah nama jalan, harus di pikirkan banyak sekali aspek pendukungnya. Apakah berdampak positif atau negatif ke depannya," beber Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu.
Baca juga: Apresiasi Pergantian 22 Nama Jalan, Budayawan Betawi: Sarana Edukasi Generasi Muda
Lalu, kemarin Anies mengganti sejumlah jalan yang sudah terkenal di bilangan Jakarta Pusat dan Jakarta Timur, seperti Jalan Kebon Kacang Raya Sisi Selatan yang diubah menjadi Jalan H. M. Shaleh Ishak dan Jalan Kebon Kacang Raya Sisi Utara diubah menjadi Jalan M. Mashabi. Sementara itu, Jalan Raya Bambu Apus diganti menjadi Jalan Jalan Mpok Nori.
"Berdasarkan keterangan dari Sejarawan, bahwa Kebon Kacang dan Bambu Apus memiliki nilai sejarah dan budayanya tersendiri. Dua nama jalan itu dinilai menjadi representasi harapan akan kota yang hijau. Nama dua jalan itu mengandung pesan leluhur untuk mengajak kita untuk mengorientasikan kota ke masa depan sebagai kota hijau. Dan masih banyak lagi jalan-jalan yang mempunyai nilai historisnya," beber Kent.
Kata Kent, saat ini Anies tidak menerapkan sosialisasi ke publik jauh-jauh hari, melainkan bermanuver sendiri tanpa bersosialisasi terhadap warga terkait pergantian nama jalan yang diumumkan 22 Juni lalu dan sangat bertolak belakang dengan kasus yang terjadi pada 2018 lalu.
"Sebenarnya tidak masalah mengganti nama jalan dengan nama tokoh-tokoh di Jakarta sebagai bentuk apresiasi apa yang sudah diberikan untuk DKI Jakarta, tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, karena hal ini sangat berkaitan dengan kehidupan dan kegiatan banyak orang," tuturnya.
Kent menilai, keputusan yang dibuat Anies Baswedan melalui Keputusan Gubernur No. 565 Tahun 2022 tentang “Penetapan Nama Jalan, Gedung dan Zona Dengan Nama Tokoh Betawi dan Jakarta”, adalah keputusan yang sepihak tanpa memperhatikan aspek hukum administratif pemerintahan serta tanpa kajian kebudayaan, historis, ekonomi.
Baca juga: Pergantian 22 Nama Jalan Tuai Polemik, Gubernur DKI Anies Baswedan Bakal Dipanggil Kemendagri ?
Selain itu juga, program pergantian nama jalan tersebut tidak masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
"Kalau memang pergantian nama jalan tersebut memang sesuatu yang sangat penting untuk pembangunan Jakarta, seharusnya sejak awal, semenjak Anies terpilih menjadi Gubernur sudah mengkaji hal tersebut sehingga masuk dalam RPJMD DKI Jakarta," tegas Ketua IKAL PPRA LXII Lemhannas RI ini.
Lalu, kata Kent, keputusan perubahan nama jalan juga terkesan mendadak sehingga menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran bagi warga DKI Jakarta yang terdampak. Dan kini akhirnya banyak penolakan dari warga.