Ayah David Ozora Singgung Lambannya Proses Hukum Mario Dandy, Bicara Soal Penggunaan Hukum Rimba
Menurut dia, penindakan hukum oleh kepolisian terhadap Mario Dandy usai kasus penganiayaan viral justru menyisakan banyak pertanyaan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ayah David Ozora, Jonathan Latumahina melalui akun Twitter pribadinya @seeksixsuck menyinggung lambannya penyelesaian kasus hukum terhadap tersangka Mario Dandy Satrio.
Menurut dia, penindakan hukum oleh kepolisian terhadap Mario Dandy usai kasus penganiayaan viral justru menyisakan banyak pertanyaan.
Salah satunya kata dia, penyegeraan penindakan hukum tersebut seakan sengaja dilakukan agar opini publik di media sosial mereda. Sehingga pihak berwajib menangkap dulu pelaku, dan sisa proses selanjutnya bisa 'diselesaikan' di dalam.
Baca juga: Mario Dandy Menyesal Aniaya David Ozora: Siap Jalani Proses Hukum
"Penindakan hukum setelah viral itu justru menyisakan banyak pertanyaan, biar netijen reda tangkap aja dulu tar di dalam bisa nego2 dan dapat privilege misalnya pegang hape sambil nonton Netflix," cuit Jonathan seperti dikutip Tribunnews.com, Senin (22/5/2023).
Kata Jonathan, jika dugaan ini benar terjadi maka keluarga David Ozora akan memakai hukum rimba.
"Jika ini benar terjadi maka gue bakal pakai hukum rimba. Lihat aja," ucapnya.
Sebelumnya Jonathan sempat membongkar permainan ayah Mario Dandy, Rafael Alun Trisambodo selaku eks pejabat pajak Kemenkeu soal kasus penganiayaan anaknya.
Baca juga: Polda Metro Jaya Akan Periksa Mario Dandy Soal Laporan AG Terkait Pencabulan
Jonathan menyebut sebelumnya Mario Dandy sempat mengatakan bahwa Agnes tidak akan terkena hukuman penjara karena perkara hukumnya sudah diurus Rafael. Mario saat itu lanjut Jonathan, menyebut hukuman yang akan dijatuhi pengadilan kepada Agnes tak lebih dari 2 tahun 8 bulan.
Jonathan pun heran mengapa Mario bisa melontarkan pernyataan tersebut dengan yakin. Padahal pada saat itu perkara penganiayaan masih jauh dari pelimpahan ke pengadilan.
Upaya 'mengondisikan hukuman' bagi Agnes, Mario dan Shane berlanjut ke Polres Jakarta Selatan. Kata Jonathan, ketiga pelaku merasa Polsek Pesanggrahan hanya tempat singgah sebelum Rafael membebaskan mereka dari jeratan hukum.
Hal ini ia simpulkan dari santainya sikap ketiga pelaku saat di Polsek Pesanggrahan yang bisa main gitar, nyanyi di depan banyak saksi yang ada di lokasi, termasuk N seorang ibu yang saat di TKP menolong David usai dianiaya.
Jonathan pun mempersilakan pihak kepolisian menyanggah informasinya ini.
Jonathan menyebut ayah Mario, Rafael Alun Trisambodo merupakan mafia birokrasi Kemenkeu yang punya jejaring hierarkis hingga mampu memainkan perannya di lintas institusi.
Ia menyebut bahwa Rafael hanya tukang tagih dan tukang peras yang levelnya masih medioker. Meski begitu yang bersangkutan bisa membuat banyak pihak bertekuk mengikuti keinginannya menyelamatkan putra mahkotanya dari jeratan hukum lewat pundi rupiah.
"Pejabat eselon 3, kabag umum DJP Jaksel. Bukan jabatan yang tinggi tapi bisa memainkan kaki-kakinya sampe lintas institusi," cuit Jonathan.
Baca juga: Kata Mario Dandy soal Dirinya Dilaporkan AG Terkait Kasus Pencabulan
Sementara itu paman David Ozora, Alto Banditos lewat akun Twitternya @AltoLuger meminta Polda Metro Jaya untuk membebaskan Mario Dandy Satrio.
Pasalnya kata dia, pihak keluarga merasa lelah, lantaran ketidakjelasan perkembangan kasus tersebut.
Atas dasar itu Alto menilai Mario Dandy bisa dibebaskan dan diangkat menjadi duta Free Kick oleh Polda Metro Jaya, karena menganiaya seorang anak dengan brutal dengan menganggap anak itu sebagai bola yang pantas untuk ditendang dan diakhiri dengan selebrasi.
"Kami, keluarga David Ozora yang mengikuti perkembangan kasus hukum atas tersangka utama Mario Dandy, penganiayaan berat dengan perencanaan atas anak kami David merasa capek dengan ketidakjelasan perkembangan kasus ini," ungkap Alto.
Alto mengatakan, pihak keluarga sebelumnya memiliki harapan tinggi kepada kepolisian untuk mengadili para tersangka penganiayaan. Namun melihat perkembangan kasus yang berjalan lambat, keluarga menyarankan tersangka bisa menghirup udara bebas.
Jawaban Polda Metro Jaya Soal Kasus Mario Dandy Terkesan Lamban
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkapkan penanganan kasus memang memakan waktu cukup panjang lantaran melibatkan lintas profesi.
Meski demikian, Trunoyudo memastikan kolaborasi pihak kepolisian dengan pihak-pihak terkait lainnya dapat dipertanggungjawabkan.
Pihaknya menggunakan metode yang menggabungkan teknis prosedural dipadukan dengan keilmuan investigasi kriminal (Scientific Crime Investigation) dan masih menunggu hasilnya dari para penyidik.
"Dalam pelaksanaan kasus ini cukup memakan waktu yang sangat panjang dengan adanya kolaborasi interprofesi dan melibatkan segala profesi. Oleh karenanya proses dari penanganan perkara tersebut memakan waktu yang panjang. Tentunya metode ini dilakukan secara SCI. Harapannya sama, kita masih menunggu. Dalam waktu dekat perkembangannya tentunya kami akan kami sampaikan kembali," kata Trunoyudo.
Sebagai informasi, aksi penganiayaan dilakukan oleh salah satu mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan bernama Mario Dandy Satrio (20) terhadap anak petinggi GP Ansor, David (17).
Baca juga: Polisi Masih Tunggu Hasil Penelitian Berkas Perkara Mario Dandy dan Shane Lukas dari Kejaksaan
Peristiwa penganiayaan itu terjadi di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2023).
Awalnya, teman wanita Mario berinisial AGH yang menjadi sosok pertama yang mengadu jika mendapat perlakuan kurang baik dari korban hingga memicu penganiayaan itu terjadi.
Namun, belakangan diketahui orang yang pertama memberikan informasi jika orang yang pertama kali memberikan informasi kepada Mario mengenai kabar temannya, AGH diperlakukan tak baik yakni temannya berinisial APA.
Adapun informasi itu, dikabarkan oleh APA kepada Mario sekitar 17 Januari 2023 lalu yang dimana menyatakan bahwa saksi AGH mendapat perlakuan tak baik dari korban.
Atas hal itu, Mario emosi dan ingin bertemu David. AG saat itu menghubungi David yang tengah berada di rumah rekannya berinisial R di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Setelah bertemu, David diminta untuk melakukan push up sebanyak 50 kali. Namun, dia hanya sanggup 20 kali. Selanjutnya, David diminta untuk mengambil sikap tobat dan terjadi penganiayaan.
Mario langsung ditangkap oleh pihak sekuriti komplek dan diserahkan ke polisi.
Atas perbuatannya itu, Mario awalnya ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat pasal 76c junto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun subsider Pasal 351 ayat 2 tentang penganiayaan berat dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun.
Namun, belakangan polisi merubah ke pasal yang lebih berat sanksinya untuk Mario yakni Pasal 355 KUHP ayat 1 Subsider Pasal 354 ayat 1 KUHP Subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP subsider Pasal 351 ayat 2 dan atau 76c Jo 80 UU PPA dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
Setelah Mario, polisi akhirnya kembali menetapkan satu orang tersangka lain yakni temannya Mario berinisial SRLPL (19).
Dia berperan mengompori Mario untuk melakukan penganiayaan hingga merekam aksi penganiayaan tersebut menggunakan hp Mario.
Ia dikenakan Pasal 76C Jo Pasal 80 UU Nomor 35 Tahu 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Subsider Pasal 351 KUHP.
Selain itu, pacar Mario berinisial AG dirubah statusnya dari saksi menjadi pelaku atau anak yang berkonflik dengan hukum.
Akibatnya AG dijerat dengan pasal berlapis yakni 76c Jo Pasal 80 UU PPA dan atau Pasal 355 ayat 1 Jo Pasal 56 KUHP Subsider Pasal 354 ayat 1 Jo 56 KUHP Subsider 353 ayat 2 Jo Pasal 56 KUHP.