Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ada Peran Sopir Taksi Online di Balik Keterlibatan Aipda M Membantu Sindikat Perdagangan Ginjal

Polisi mengungkap awal mula Aipda M, anggota Polres Metro Bekasi Kota ikut terlibat membantu sindikat perdagangan ginjal internasional.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Ada Peran Sopir Taksi Online di Balik Keterlibatan Aipda M Membantu Sindikat Perdagangan Ginjal
Kompas.com/Joy Andre
Kepolisian berhasil menangkap 12 orang jaringan perdagangan organ ginjal ke luar negeri. Polisi mengungkap awal mula Aipda M, anggota Polres Metro Bekasi Kota ikut terlibat membantu sindikat perdagangan ginjal internasional. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi mengungkap awal mula Aipda M, anggota Polres Metro Bekasi Kota ikut terlibat membantu sindikat perdagangan ginjal internasional.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi menyebut awalnya saat pihaknya mengungkap kasus di sebuah kontrakan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, para tersangka pun panik.

Mereka berusaha melarikan diri dari kejaran aparat kepolisian.

Saat itu, salah satu tersangka mengenal seorang sopir taksi online yang membantu pelarian mereka.

Baca juga: Terdapat Tiga Layer Dalam Kasus TPPO Modus Perdagangan Ginjal Jaringan Kamboja di Kabupaten Bekasi

Dari sopir taksi online itu, kata Hengki, para tersangka dikenalkan dengan Aipda M yang disebut bisa membantu mereka.

"Sopir Grab-nya kenalan daripada sindikat ini (bilang) ‘nih saya kenal anggota kepolisian yang informasinya bisa membantu agar tidak dilanjutkan kasusnya’," kata Hengki kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jumat (21/7/2023).

Setelah berkenalan, Aipda M memberikan cara-cara agar bisa lolos dari kejaran pihak kepolisian dalam kasus itu.

Berita Rekomendasi

Mulai dari berpindah-pindah tempat, menghilangkan handphone, hingga menghapus jejak data-data milik sindikat tersebut.

"Itu mempersulit penyidikan, kita tidak tahu ini berapa yang ada di Kamboja, berapa identitasnya apa, paspornya apa itu kesulitan pada saat sebelum berangkat ke Kamboja itu, bahkan setelah berangkat kita untuk koordinasi dengan tim yang di Kamboja kesulitan karena handphonenya sudah hilang semua," tuturnya.

Namun, cara-cara itu tak didapat secara gratis. Aipda M meminta imbalan sebesar Rp 612 juta untuk membantu pelarian para tersangka.

"Boleh dikatakan ini adalah obstruction of justice. Tapi dalam pasal dalam UU TPPO ada itu di sana. Untuk menghalangi penyidikan secara langsung atau tidak. Itu ancamannya sangat berat," jelasnya.

Baca juga: Polisi: Sindikat Perdagangan Ginjal ke Kamboja Punya 2 Markas, di Bekasi dan Cilebut

Aipda M, polisi yang terlibat kasus perdagangan ginjal Internasional jaringan Kamboja saat ini sedang diperiksa oleh Propam.

Terpisah, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan saat ini Aipda M tengah diperiksa oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya.

Untuk itu, dalam kasus penjualan ginjal selain terjerat sanksi pidana, Aipda M juga sanksi kode etik Polri.

"Tentu langkah-langkah pidana disertai dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Propam nantinya," ucap Trunoyudo.

Kendati demikian, Trunoyudo belum menerangkan soal sanksi etik yang mungkin akan diterima M buntut keterlibatannya dalam kasus pidana.

Trunoyudo berdalih harus menunggu hasil pemeriksaan Propam dan juga sidang kode etik terkait sanski terhadap yang bersangkutan.

"Itu melalui mekanisme, saya tidak bisa mendahului. Karena itu ada mekanisme proses sidang, tentu melalui mekanisme proses sidang dulu," ucap dia.

Di sisi lain, untuk pegawai Imigrasi berinisial AH yang juga ikut terlibat dalam kasus itu yang merupakan pegawai Imigrasi wilayah Bali.

Baca juga: 12 Tersangka Sindikat Jual Ginjal Kamboja Ditangkap, Korban TPPO Capai 122 Orang

Omzet Miliaran Rupiah

Sindikat penjualan ginjal jaringan Internasional khususnya di Kamboja sudah meraup omzet hingga Rp 24,4 miliar selama melaksanakan praktiknya.

Kombes Hengki Haryadi menyebut omzet itu didapat para tersangka sejak melakukan aksinya dari 2019 lalu.

"Total omzet penjualan organ sebesar kurang lebih Rp 24,4 miliar," kata Hengki.

Hengki mengungkapkan salah satu tersangka berinisial H memiliki peran untuk menghubungkan dengan pihak rumah sakit di Kamboja guna proses transplantasi.

Dalam pengungkapan kasus ini, kata Hengki, pihaknya menemukan ada 14 orang yang akan melakukan operasi transplantasi ginjal di Kamboja.

Mendapat informasi ini, pihaknya berusaha melakukan penyelamatan kepada para korban.

"Namun ternyata terhalang adanya birokrasi, tercium sindikat dan mereka keluar jalur darat ke Vietnam, kemudian ke Bali. Lalu mereka ditangkap di Surabaya," ucap Hengki.

"Selanjutnya yang menjadi hambatan operasi ini, tidak ada kesepahaman terkait tindak pidana perdagangan orang. Karena di Kamboja ini belum tentu sama," sambungnya.

Polisi menyebut sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) modus penjualan ginjal ke Kamboja ternyata mempunyai dua markas atau basecamp.

Kombes Hengki Haryadi menerangkan dua basecamp itu berada di Bekas dan Cilebut, Bogor.

"Nah sementara kita, ada 2 sindikat yang berbeda (basecamp). Nah basecampnya satu di Bekasi, satu di Cilebut, Bogor," kata Hengki.

Meski begitu, Hengki tak menjelaskan lebih detil terkait dua basecamp tersebut.

Dia hanya mengatakan saat ini pihaknya masih melakukan pengembangan soal kasus tersebut.

"Intinya sekali lagi kita tidak mau berulang lagi, jadi ini kan dalam UU TPPO itu adalah sangat tidak menghormati harkat martabat manusia dengan memanfaatkan posisi yang rentan," tuturnya.

Korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus penjualan ginjal ke Kamboja mendapat uang Rp 135 juta per orang.

Mereka mendapatkan uang tersebut setelah melakukan transplantasi ginjal.

"Menjanjikan uang Rp 135 juta bagian masing-masing pendonor apabila selesai melaksanakan transplantansi ginjal yang ada di Kamboja sana," kata Hengki.

Hengki mengatakan para korban harus diobservasi terlebih dahulu selama seminggu di Kamboja sambil menunggu penerima donor ginjal tersebut.

"Menurut keterangan pendonor, receiver atau penerima berasal dari mancanegera yakni India, Cina, Malaysia,
Singapura dan sebagainya," ujarnya.

Adapun, ginjal para korban dijual dengan harga Rp 200 juta oleh para tersangka di salah satu rumah sakit dengan pembagian di atas.

"Kemudian para sindikat Indonesia terima pembayaran Rp 200 juta, Rp 135 juta dibayar ke pendonor, sindikat terima Rp 65 juta per-orang dipotong ongkos operasional pembuatan paspor, kemudian naik angkutan dari bandara ke rumah sakit dan dan sebagainya," tuturnya.

Total, saat ini sudah ada 122 orang yang menjadi korban dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tersebut.

Untuk informasi Polda Metro Jaya bersama Polres Metro Bekasi akhirnya mengekspos kasus perdagangan ginjal Internasional yang sempat viral di kawasan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Dalam kasus ini, polisi berhasil menangkap 12 orang tersangka yang terlibat dalam jaringan penjualan ginjal Internasional tersebut.

"Sampai saat ini, tim menahan 12 tersangka," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto.

Karyoto mengungkapkan dalam kasus ini 12 tersangka yang ditangkap berasal dari sindikat, luar sindikat, hingga instansi perdagangan ginjal Internasional tersebut.

"Sembilan tersangka sindikat dalam negeri, satu tersangka sindikat jaringan luar negeri, dua tersangka di luar sindikat, itu dari oknum instansi, oknum Polri ada," ungkapnya.

Adapun ke-12 tersangka yang berhasil ditangkap berinisial MA alias L, R alias R, DS alias R alias B, HA alias D, ST alias I, H alias T alias A, HS alias H, GS alias G, EP alias E, LF alias L.

Lalu, satu anggota Polri berinisial Aipda M alias D dan satu pegawai Imigrasi berinisial AH alias A.

Untuk 10 tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan atau Pasal 4 Undang Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2007. tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

Sementara untuk anggota Polri dijerat Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo. Pasal 221 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Obstruction of justice/Perintangan penyidikan).

Selanjutnya, untuk pegawai Imigrasi dijerat Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang berbunyi Setiap penyelenggara Negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang.

Sementara itu, untuk korban yang sudah mengikuti praktik sindikat ini hingga kini sudah sebanyak 122 orang. (tribun Network/abd/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas