Kondisi Polusi Udara di Jakarta Sangat Kritis, Pengamat Nilai Kebijakan WFH Tak Cukup untuk Atasi
Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah, menilai kebijakan WFH yang diambil Pemprov DKI jakarta masih belum cukup mengatasi masalah polusi udar
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Pravitri Retno W
Sektor transportasi berbahan bakar fosil dituding sebagai penyebab utama buruknya kualitas udara di DKI Jakarta belakangan ini.
Hal itu merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan (KLHK) bahwa porsi emisi sektor transportas 44 persen, disusul sektor industri 31 persen.
Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef, Abra Talattov, menuturkan kualitas udara yang semakin memburuk ini selain dapat membahayakan kesehatan warga, juga tentunya berpotensi menghambat aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat.
Menurut dia, secara kasat mata dapat dilihat kualitas udara Jakarta sangat dipengaruhi oleh bergeliatnya mobilitas masyarakat pascapandemi.
Baca juga: Legislator PKB Kiai Maman Dukung Pernyataan Jokowi Soal Polusi Budaya
“Kita ingat betul dimasa pandemi ketika masyarakat lebih banyak berada di rumah, langit Jakarta tampak begitu cerah dan bersih."
"Namun, kini setelah ekonomi Jakarta mulai bergeliat dan jalanan Jakarta mulai sesak dipadati kendaraan bermotor, udara Jakarta pun terasa pengap dikepung asap,” katanya, dikutip Tribunnews.com, Jumat (18/8/2023).
Selain itu pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) sektor transportasi di Jakarta tumbuh paling tinggi mencapai 18,1 persen pada kuartal II-2023.
“Sektor transportasi sebagai biang kerok polusi udara Jakarta tentu makin mengkhawatirkan mengingat tingginya pertumbuhan populasi kendaraan bermotor berbasis fosil di Jakarta,” kata Abra.
Dalam 5 tahun terakhir, papar dia, populasi mobil penumpang di Jakarta mengalami peningkatan hingga 15,5 persen menjadi 4,13 juta kendaraan.
Sementara populasi sepeda motor meningkat hngga 27,8 perse menjadi 19,22 juta kendaraan.
Baca juga: INDEF Dorong Transisi dari Kendaraan Berbahan Bakar Fosil ke Listrik untuk Atasi Polusi Jakarta
“Artinya, dengan rata-rata konsumsi BBM di Jakarta untuk motor sebesar 0,92 liter per hari dan mobil 3,9 liter per hari maka total konsumsi BBM di Jakarta bisa mencapai 17,8 juta liter per hari untuk seluruh populasi motor dan 16,2 juta liter per hari untuk seluruh populasi mobil,” urainya.
Dengan jumlah emisi karbon 1 liter BBM setara dengan 2,4 kg CO2e, Abra menyatakab estimasi total emisi yang dihasilkan dari total populasi sepeda motor dan mobil penumpang di Jakarta mencapai 81,17 juta kg CO2e.
“Dengan menyadari besarnya emisi karbon yang dihasilkan kendaraan berbasis fosil tersebut sudah mestinya menjadi momentum transformasi menuju ekosistem transportasi yang bersih,” tambahnya lagi.
Untuk mengurangi emisi karbon dari penggunaan kendaraan pribadi, Abra mendorong pemerintah agar fokus dalam menyediakan transportasi massal yang nyaman dan terjangkau.
“Bahkan untuk mendorong penggunaan transportasi publik yang lebih masif lagi, pemerintah patut mempertimbangkan realokasi sebagian anggaran subsidi BBM untuk tarif transportasi publik.”
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Reynas Abdila)