Gang Royal 'GP' Riwayatmu Kini, Eks Pelanggan Ungkap Kenangan Lokalisasi 'Ramah Kantong' Itu
Saat pertama kali mengunjungi Gang Royal, pria 26 tahun ini masih berstatus sebagai mahasiswa di salah satu universitas swasta di Jakarta
Editor: Hendra Gunawan
Sejak saat itu, kafe yang enggan disebut namanya menjadi langganan Barry.
“Memang kafe-kafenya semua di dalam gang itu. Nah, cewek-ceweknya ini berjejer nunggu di depan kafe,” tuturnya.
Setibanya di kafe itu, Barry dan seniornya itu langsung dihampiri oleh seorang mucikari.
Mucikari itu lantas mempersilakan keduanya untuk memilih PSK.
Barry pun terpana saat melihat paras cantik para PSK yang disuguhkan itu.
“Hitungannya murah, tapi cewek-ceweknya bagus,” tuturnya.
“Rp 150 ribu untuk satu kali main sama orang lama, kalau ada anak baru Rp 200 ribu,” katanya lagi.
Ia menyebut, para wanita tuna susila yang dijajakan di ratusan kafe ramang-remang Gang Royal beragam rupa.
Mayoritas mereka terlihat masih muda dan berasal dari Jawa Barat.
Bahkan, Barry mengaku sempat memesan salah satu PSK yang ternyata merupakan anggota geng motor dari Bandung.
“Pernah main sama yang dari Bandung. Dia ada tato XTC (geng motor Bandung) di dadanya,” tuturnya.
Meski PSK yang dijajakan beragam dan tingkat kriminalitas di kawasan itu tinggi, Barry mengaku tak punya pengalaman buruk.
“Pokoknya ini prostitusi ramah kantong, kamarnya juga nyaman kalau di kafe yang saya kunjungi. Enggak bau, enggak kotor,” kata dia.
Tak Ada Relokasi
Ratusan petugas gabungan dari unsur Satpol PP, TNI-Polri, hingga unsur terkait lainnya diterjunkan untuk meratakan ratusan kafe remang-remang yang berdiri di lahan milik PT Kereta Api Indonesia itu.