Hadiri FGD Tim Pengkaji Kemenko Polhukam, HNW Minta Segera Revisi UU ITE
Ini yang akhirnya menjadi salah satu sebab pembelahan masyarakat yang semakin dalam pasca Pilpres.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diperlukan yang seharusnya bisa dimanfaatkan pemerintah dan DPR untuk menjawab keresahan publik terkait keadilan hukum.
Terkait penerapan UU ITE, Hidayat mencatat ada beberapa pasal dalam UU itu yang multitafsir dan terkesan tidak adil, sehingga perlu untuk segera direvisi. Diantaranya, Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 dan Pasal 45A. “Ketentuan-ketentuan bersifat karet inilah yang kerap digunakan untuk menjerat pihak yang kritis, seperti aktivis, jurnalis maupun lawan politik inilah yang menjadi momok bagi kebebasan berekspresi dan berpendapat rakyat saat ini," ujarnya.
Hal tersebut disampaikan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang biasa disapa HNW ini, dalam siaran persnya usai hadir dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Tim Pengkaji UU ITE Kemenkopolhukam terkait implementasi dan revisi UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE), di Jakarta, Kamis (18/3). Hadir dalam acara itu, Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin dan Anggota Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin.
Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jakarta II berharap pemerintah segera melakukan langkah konkrit untuk menginisiasi revisi UU ITE ini dimasukan ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. Langkah ini, menurut HNW, akan lebih efektif dan efisien karena pemerintah memiliki hak dan kewenangan konstitusional, apalagi UU ITE ini sejak awal juga adalah usulan dari pemerintah.
Apalagi, pemerintah juga mempunyai dukungan koalisi Politik yang sangat dominan di DPR, sehingga akan lebih mempermudah realisasi dari keinginan Presiden Jokowi untuk merevisi UU ITE. Sebelumnya, Fraksi PKS berulang kali mengusulkan untuk merevisi UU ITE ini, tetapi belum ada dukungan di DPR.
Revisi UU ITE, lanjut HNW, juga bisa dijadikan momentum bagi negara untuk hadir menertibkan buzzer-buzzer di media sosial yang telah memperdalam perpecahan bangsa Indonesia, hal-hal yang sangat tidak sesuai dengan ideologi Pancasila. Kelompok buzzer yang dimaksud adalah mereka yang secara terorganisir menyerang seseorang atau organisasi lain dengan cara menghina, memfitnah, mencemarkan nama baik hingga melakukan cyber bullying.
“Ini yang akhirnya menjadi salah satu sebab pembelahan masyarakat yang semakin dalam pasca Pilpres. Dan kemudian menghadirkan rasa ketidakadilan hukum, karena penindakan hukum yg tidak melaksanakan prinsip dasar sebagai negara hukum yaitu: equality before the law. Uniknya, mereka justru seakan tidak pernah tersentuh hukum. Sudah banyak laporan polisi terhadap para tokoh buzzer ini, tetapi belum terlihat ada proses hukumnya, membuat masyarakat menilai bahwa UU ITE ini seperti hanya digunakan untuk menjerat salah satu kubu tertentu," paparnya.
Melihat pentingnya revisi UU ITE , Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini sekali lagi menegaskan bahwa pemerintah harus cepat menginisiasinya, sebab dukungan akan lebih mudah didapat. Ini terbukti dengan pembuatan UU Cipta Kerja yang sangat cepat prosesnya. Jika UU Cipta Kerja yang sangat banyak pasalnya bisa selesai dalam waktu singkat, maka tentunya revisi UU ITE yang hanya fokus kepada beberapa pasal saja, bisa lebih cepat lagi.
"Presiden Jokowi mesti benar-benar berkomitmen menjawab kegundahan publik dengan merealisir komitmennya untuk merevisi UU ITE agar hadir keadilan hukum, mengkoreksi kecemasan publik dan agar rakyat tidak menilai pernyataan Presiden Jokowi soal revisi UU ITE sebagai PHP saja,” pungkasnya.