KontraS Minta Polri Pidanakan Oknum di Kongres Rakyat Papua
KontraS meminta Polri tidak hanya memberi sanksi ringan kepada 19 oknum polisi yang melakukan kekerasan saat Kongres Rakyat Papua di Jayapura
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) meminta Polri tidak hanya memberi sanksi ringan kepada 19 oknum polisi yang melakukan kekerasan saat Kongres Rakyat Papua di Jayapura, Papua, pada 19 Oktober 2011 lalu. KonstraS meminta Polri mempidanakan para polisi yang melakukan pelanggaran pidana tersebut.
Permintaan itu disampaikan sejumlah aktivis KonstraS, Haris Azhar, dalam audiensi dengan sejumlah pejabat tinggi Polri, di Mabes Polri, Jakarta, Senin (5/12/2011).
"Ada 19 orang yang sudah ditindak dan follow-up dari peristiwa Kongres Rakyat Papua III. Itu mereka menggunakan mekanisme internalnya. Tapi, seperti yang Maman bilang, kami tidak puas sampai di sana, karena kami mempunyai batas standar minimum untuk Hak Asasi Manusia. Kalau orang disiksa, ya dia harus masuk ke dalam mekanisme umum. Bukan hanya mekanisme internal begitulah," ujar Haris.
Selain Haris Azhar, perwakilan aktivis HAM lainnya yang diterima langsung oleh Wakapolri Komjen (Pol) Nanan Sukarna dalam audiensi ini, di antaranya Usman Hamid, Ketua Setara Institute Hendardi dan Wakil dari Pengurus Besar Nadhatul Ulama, Maman Imanul Haq Fakieh.
Sebagaimana diberitakan, polisi menangkap 6 orang seusai Kongres Rakyat Papua di lapangan Zakeus, Abepura, Jayapura, pada 19 Oktober 2011 lalu. Lima orang ditetapkan tersangka atas pidana makar, karena kedapatan menyampaikan kemerdekaan disertai struktur pemerintahannya. Seorang lainnya, ditahan atas kepemilikan senjata tajam.
Dalam penangkapan itu polisi disebutkan melakukan kekerasan kepada warga. 19 polisi disidang etik dengan putusan dikenakan sanksi sebatas teguran tertulis hingga kurangan badan selama 14 hari.
Beberapa jam setelah kongres tersebut, warga mendapati tiga warga sipil di daerah perbukitan sekitar 400 meter dari lokasi kongres. Namun, polisi membantah terlibat atas tewasnya ketiga warga tersebut dan menganggap hal itu menjadi kasus terpisah.
Menurut Haris, sanksi teguran tertulis kepada Kapolres Jayapura, tidak cukup. "Kalau itu enggak cukuplah, karena meskipun belum ada fakta yang langsung berhubungan dan menyatakan ketiga orang yang meninggal itu akibat peristiwa kongres, tetapi ada peristiwa lain, tetapi menurut saya peristiwa itu tidak bisa diselesaikan hanya lewat teguran saja," ujarnya.
"Persoalan itu ditegur, itu tidak pantas. Jadi, memang ada proses hukum secara lebih lanjut," tandasnya.
Dalam pertemuan itu, para pegiat HAM itu juga menantang pihak Polri untuk dilakukan verifikasi atas temuan mereka dalam kongres di Papua tersebut. "Lebih jauh agar faktanya lebih baik dan penanganannya juga lebih baik," imbuhnya.
Selain membahas masalah Kongres Rakyat Papua tersebut, para aktivis HAM tersebut juga menyampaikan sejumlah temuan mereka dalam beberapa konflik Papua lainnya, seperti pengunjuk rasa pekerja PT Freeport Indonesia, upah polisi dari PT Freeport, penembakan kelompok bersenjata kepada warga dan aparat, OPM, hingga adanya penggeledahan mahasiswa asal Papua di Jakarta. Tak lupa, mereka juga memberikan saran solusi atas masalah-masalah tersebut.
Dengan kompleksnya masalah-masalah yang terjadi di bumi Cendrawasih, Haris menganggap pertemuan dengan pihak Polri ini belum cukup, karena singkatnya waktu pertemuan.
Menanggapi ringannya sanksi kepada polisi yang melakukan pelanggaran dalam kongres di Papua tersebut, Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Saud Usman Nasution mengklaim Polri telah menangani kasus itu secara proporsional. Bahkan, tim pengawas internal dari Mabes Polri turut dilibatkan.
"Kemudian semua saksi-saksi dan juga korban dikonfrontir ke huluan dicek secara keseluruhan, termasuk juga dari rekaman-rekaman dari rekan media dan rekan-rekan dari Komnas HAM yang ada di Papua. Semua dikroscek keseluruhan sehingga diperoleh lah data-data dan adanya anggota kami yang melaksanakan pelanggaran disiplin. pelanggaran disiplin itu diproses melalui sidang pengadilan disiplin," ujar Saud.
Menurut Saud, Polri akan mengkroscek semua temuan para aktivis HAM tersebut, termasuk dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan anggotanya. "Nanti akan kami jadikan masukan dalam rangka pembenahan untuk ke depan, sehingga pengelolaan keamanan di Papua bisa lebih baik lagi," ujar Saud.