Anggota Parlemen Wanita di Indonesia Masih Kecil Jumlahnya
Masalah yang utama dihadapi perempuan Indonesia kini adalah masih kecilnya anggota palemen wanita
Penulis: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM JAKARTA -Masalah yang utama dihadapi perempuan Indonesia kini adalah masih kecilnya anggota palemen wanita. "Belum ada keberanian diri wanita untuk tampil, budaya kesetaraan gender yang masih tabu" demikian disampaikan Melani Leimina Suharli Wakil Ketua MPR di Jakarta Rabu (21/12/2011)
Dalam Seminar 'Peranan Perempuan di Berbagai Aspek Untuk Mencapai Pembangunan Nasional' dan Peluncuran Tolak Angin Anak Versi Kasih Ibu dalam memperingati Hari Ibu ke 83. Jumlah penduduk perempuan dulu 51 persen yang bisa menduduki kursi parlemen,sekarang hanya 49 persen.
Padahal kita perlu tahu bahwa wanita Indonesia perlu berkiprah dalam pembangunan dengan berperan di berbagai aspek. Di parlemen jaman orde baru sebesar 12,5 persen dari 499 anggota.tahun 1999 sebanyak 9 persen dari 500 anggota DPR,dan pada tahun 2004 sebesar sebanyak 11 persen dari 550 anggota ,sedangkan pada tahun 2009 sebesar 18 persen dari 560 anggota,seharusnya sebesar 30 persen.
Selain itu masih kecilnya anggota palemen wanita, belum ada keberanian diri wanita untuk tampil, budaya kesetaraan gender yang masih tabu, sistem kaderisasi parpol yang masih minim menampilkan wanita dan belum ada jaringan
Sedangkan Menteri Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP/PA) Linda Amaliasari menuturkan ,ada beberapa hal yang menjadi penyebab lemahnya perlindungan TKI di luar negeri, diantaranya masih lemahnya aturan perlindungan di dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
“Pasal-pasal dalam undang-undang tersebut, lebih banyak mengatur tentang penempatan tenaga kerja saja. Sedangkan, aturan mengenai perlindungannya hanya segelintir pasal saja,” demikian Linda.
Beragam penilaian seputar pentingnya perlindungan yang optimal bagi TKI yang akan ke luar negeri hingga upaya kementerian PPPA untuk menurunkan jumlah perempuan Indonesia yang berkerja di luar negeri, dengan berbagai program peningkatan kapasitas kaum perempuan.
Sedangkan Dewi Motik Pramono Ketua IWAPI mengatakan kegiatan peringatan Hari Ibu ini memang setiap tahun dilakukan sebagai salah satu bentuk mengingatkan, mengevaluasi diri, kemudian juga melihat ke depan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk meneruskan perjuangan kaum perempuan Indonesia sesuai dengan hasil-hasil Kongres Perempuan Indonesia pertama tanggal 22 Desember 1928 di Yogyakarta,” ujarnya.
Hari Ibu di Indonesia berbeda dengan mother’s day di Amerika. Ia mengingatkan , Hari Ibu di Indonesia sebenarnya adalah hari untuk memperingati kongres perempuan dan perjuangan perempuan tahun 1928 silam. “Oleh karena itu temanya adalah “Kesetaraan Perempuan dan Laki-Laki untuk Membangun Karakter Bangsa dan Mewujudkan Masyarakat yang Sehat dan Bermartabat,” ujar Dewi.
Dewi juga menambahkan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan peringatan ini didukung oleh banyak NGO dan juga dari pemerintah, seperti Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Kementerian Dalam Negeri.