Vonis Hakim Syarifuddin Tak Masuk Akal
Putusan majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis Hakim non-aktif Syarifuddin dinilai Indonesian Corruption Watch (ICW) tidak
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis Hakim non-aktif Syarifuddin dinilai Indonesian Corruption Watch (ICW) tidak masuk akal lantaran tuntutan jaksa penuntut umum hanya diambil 1/5 oleh Majelis Hakim yakni pidana penjara 4 tahun.
"Ini tidak masuk akal. Sangat jauh dari tuntutan JPU 20 tahun menjadi 4 tahun oleh Majelis Hakim," ujar Koordinator ICW, Danang Widoyoko kepada wartawan usai mengupas buku Jurnal Perempuan Edisi 72 di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Kamis (1/3/2012).
Menurut Danang, putusan tersebut dinilainya ada upaya melindungi sesama hakim sehingga mempengaruhi majelis hakim ketika memvonis Hakim non-aktif Syarifuddin.
Selain itu, Danang menyoroti adanya upaya lain dalam perlindungan terhadap sesama hakim yakni majelis hakim tidak mempertimbangkan fakta hukum mengenai kepemilikan uang asing dan tidak di follow up oleh majelis hakim.
"Sekarang darimana uang asing itu? Memangnya dia (Hakim non-aktif Syarifuddin) pedagang valuta asing?" Tandas Danang.
Sebelumnya diberitakan, Syarifuddin, hakim nonaktif Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dihukum penjara empat tahun dan denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan pada Selasa, 28 Februari kemarin. Atas putusan tersebut, Syarifuddin menyatakan banding.
Selain karena tidak puas dengan jumlah vonis hakim, Syarifuddin memutuskan banding karena ada perbedaan pendapat penerapan pasal antara hakim dengan jaksa. Jika hakim menilai Syarif melanggar Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, jaksa menilai Syarif melanggar Pasal 5 ayat 2 jo ayat 1 huruf b UU Tipikor.