Habibie Curhat Penerbangan Indonesia Dimakam Sudomo
Mantan Presiden Republik Indonesia, BJ. Habibie mengatakan Sukarno pernah menuturkan, bahwa adalah pesawat dan kapal laut
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Presiden Republik Indonesia, BJ. Habibie mengatakan Sukarno pernah menuturkan, bahwa adalah pesawat dan kapal laut yang bisa menyatukan Indonesia secara militer maupun secara ekonomi.
Saat ditemui usai pemakaman, Laksamana (purn) HM. Sudomo di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (19/04/2012), ia mengatakan bahwa dengan dasar pemikiran itu Sukarno pada tahun 1950-an mengirimkan putra-putra terbaik bangsa untuk menimba ilmu ke luar negeri, salah satunya untuk membangun Industri dirgantara.
"Industri dirgantara, sebagai ujung tombak dari industri strategis, itu bukan inginnya pak Habibie, adalah keinginan seluruh rakyat indonesia, yang dicetuskan dalam kebijaksanakan presiden proklamator," katanya.
Namun demikian, Indonesia baru berhasil membuat pesawat terbang yang 100 persen buatan anak negeri, adalah pada tahun 1995, saat pertama kali CN250 mengudara.
"Dan kita mulai dari nol dan tidak ada apa-apa," ujarnya.
Industri dirgantara sejak saat itu mulai berkembang. Ia menyebutkan selain N250, ada juga N2130 yang pengembangannya sudah mencapai 40 persen, dan pada tahun 2000 sudah mendapatkan sertifikat FII, lalu pada tahun 2004, pesawat N2130 masuk pasaran, yang telah menggunakan teknologi winglet. Namun tiba-tiba saja inudstri tersebut dihentikan.
Menurutnya, perkembangan Industri dirgantara Indonesia adalah karena orang-orang seperti almarhum Laksamana (purn) Sudomo, yang tanpa pamrih menyumbangkan waktu dan tenaganya untuk perkembangan Indonesia.
Kini Indonesia menjadi pasar pesawat penumpang terbesar di dunia, yang perkembangannya mencapai 20 persen. Dunia pun mulai memperhitungkan Indonesia.
Industri strategis Indonesia, dirgantara dan perkapalan, yang tadinya memiliki 48 ribu karyawan kemudian dipecah perusahaannya oleh pemerintah. Sedangkan industri dirgantara sendiri, yang sempat memiliki 16 ribu karyawan, kini hanya bersi 3 ribu, yang dalam 3 tahun kedepan pensiun maupun meninggal.
"Dan harus pahami, kalau dalam lima tahun yang mendatang tidak terjadi apa-apa, maka kita harus terima bahwa keadaan kita dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sama seperti tahun 50," katanya.
"Saya sedih, pesawat-pesawat terbang yang masuk belum lagi FII sertificate mau dimasukan, kita disuruh berhenti, padahal N250 termasuk yang paling canggih," ujarnya.