Jangan Ditiru Adegan Korupsi Ini
Mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, Lukman Abbas, ternyata tidak mau sendirian disalahkan dalam kasus suap PON Riau 2012.
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com — Mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, Lukman Abbas, ternyata tidak mau sendirian disalahkan dalam kasus suap PON Riau 2012. Di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (13/2/2013), Lukman mengungkapkan, anggota DPR RI Kahar Muzakir telah menerima uang suap sebesar 1,050 juta dollar AS (senilai Rp 10 miliar) demi memuluskan permintaan dana (oleh Pemprov Riau) sebesar Rp 290 miliar dari dana APBN untuk keperluan PON Riau 2012.
Uang yang diterima Kahar itu hanya merupakan uang pangkal dari permintaan fee sebesar enam persen dari total dana permintaan sebesar Rp 290 miliar. Bila dihitung, enam persen dari Rp 290 miliar, berarti dana yang diminta Kahar sebenarnya Rp 17,4 miliar.
Menurut Lukman, hari Jumat, tanggal 24 Februari 2012, dia bertemu Kahar Muzakir di ruangannya di gedung DPR RI. Lukman mengatakan, uang sebesar 850.000 dollar AS (hampir setengah dari uang yang diminta Kahar) sudah tersedia. Karena menjelang shalat Jumat, Kahar mengatakan nanti saja, setelah Jumatan.
Kahar dan Lukman kemudian shalat Jumat di salah satu lantai gedung DPR RI bersama-sama. Seusai shalat, Kahar memerintahkan ajudannya yang bernama Wihadi mengambil uang yang dibawa Lukman. Kahar sempat mengingatkan Lukman agar melunasi kekurangan uang suap yang dimintanya dalam waktu sepekan.
Uang itu sebenarnya bukan uang Lukman, melainkan uang yang dikumpulkan dari sejumlah kontraktor yang membangun arena PON Riau, seperti PT Adhi Karya, PT Waskita Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Bosowa, dan pengusaha peralatan olahraga Anil Singh.
Lukman dan Wihadi bersama-sama turun ke lantai dasar, di lobi DPR RI. Lukman kemudian menelepon sopirnya, Heriadi, untuk segera datang ke koridor pintu depan agar dapat bertemu Wihadi. Lukman meminta Heriadi menyerahkan uang kepada Wihadi.
Lukman melihat sendiri, Wihadi masuk ke dalam mobilnya jenis Toyota Harrier. Dia duduk di depan, di samping Heriadi. Bersama Heriadi, Wihadi bergerak menuju lantai bawah (basement) tempat parkir anggota DPR RI. Di situ, Wihadi mengambil uang yang dimasukkan dalam dua buah tas dari mobil Lukman dan memindahkannya ke sebuah mobil yang telah diparkir di sana.
Sepekan kemudian, Lukman kembali menemui Kahar di ruangan kerjanya. Lukman mengatakan, sisa uang suap yang diminta Kahar belum tersedia. Namun, Kahar memaksa Lukman menyediakan dana, paling tidak 200.000 dollar agar permintaan dana APBN oleh Pemprov Riau dapat dibahas di Komisi X.
Lukman kembali mengumpulkan dana dari kontraktor pembangunan arena PON. Sekitar sebulan kemudian, uang sebesar 200.000 dollar AS akhirnya terkumpul. Lukman kembali menghubungi Kahar.
Uang itu kembali tidak diterima Kahar secara langsung, melainkan lewat ajudannya yang bernama Wihadi tadi. Prosesnya juga masih sama, uang dipindahkan dari mobil Lukman ke sebuah mobil di lantai basement.
Apakah uang yang diterima Wihadi sampai kepada Kahar? Tanya hakim. Lukman mengatakan sangat yakin, mengingat sepekan setelah penyerahan uang 850.000 dollar, Kahar tidak memberi komentar tentang uang itu. Kahar bahkan meminta Lukman agar melunasi sisa permintaannya.
Setelah menerima 1,050 juta dollar, Kahar tidak pernah lagi meminta pelunasan uang suap kepada Lukman. Masalahnya bukan karena uang tidak tersedia, melainkan Lukman sudah ditangkap KPK dalam kasus suap PON.
Menurut Lukman, kalau saja dia tidak ditangkap KPK, niscaya dia masih akan berhubungan dengan Kahar untuk melunasi uang suap itu. "Kalau saya tidak masuk (ditahan), mungkin lancar juga kita kasih, biar kenyang dia," ucap Lukman menjawab pertanyaan hakim.
Sebaliknya, pada persidangan sebelumnya, Kahar Muzakir membantah telah menerima uang 1,050 juta dollar AS seperti disebutkan Lukman. Wihadi, ajudan Kahar, juga membantah menerima uang dan bahkan dia mengaku tidak kenal dengan Heriadi, sopir Lukman.
Yang jelas inilah tugas akhir KPK untuk menuntaskan kasus suap PON. Apakah bakal ada tersangka baru dari kalangan DPR RI? Kita tunggu saja kiprah KPK selanjutnya.