TB: Komnas HAM harus Buktikan Pernyataan Ada Pelanggaran HAM
TB Hasanuddin meminta Komnas HAM membuktikan pernyataannya bahwa ada pelanggaran HAM dalam kasus LP Cebongan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Jakarta -- Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membuktikan pernyataannya bahwa ada pelanggaran HAM dalam kasus LP Cebongan.
Dalam konferensi persnya, Jumat (12/4/2013), Komnas HAM menyatakan telah menemukan empat indikasi pelanggaran HAM yang terjadi dalam penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, 23 Maret 2013. Dalam peristiwa itu, empat tahanan Lapas menjadi korban penembakan hingga tewas. Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan, indikasi pelanggaran HAM ini berdasarkan penyelidikan sementara yang dilakukan Komnas.
"Kalau pernyataan bahwa yang melakukan itu institusi Negara, maka pasal pasal yang tercantum dalam UU NO 39 TAHUN 1999 tentang HAM , menjadi terpenuhilah sudah," ungkap TB Hasanuddin kepada Tribunnews.com, Jakarta, Sabtu (13/4/2013).
Tapi, imbuhnya, apakah benar bahwa kasus Penyerangan LP Cebongan itu ada yang mengorganisasi? Apakah benar ada perintah dari atasannya?
Lanjutnya, apakah benar atasannya itu mendapat perintah dari atasannya lagi sesuai hirarkhi ? Apakah benar penggunaan alat, perlengkapan, senjata dan biaya itu legal seizin negara melalui TNI?
Selain itu, apakah benar tugas menyerbu itu merupakan tugas dari negara atau dalam rangka mendukung kebijakan negara?
Karena itu, kata politisi PDI-Perjuangan ini, Ketua Komnas HAM harus membuktikan semuanya parameter dan indikasi-indikasi tersebut.
"Kalau tidak mampu membuktikan , pernyataan itu hanya akan membingungkan masyarakat dan menambah runyamnya situasi politik saat ini," tegas dia.
Sebelumnya, Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan indikasi pelanggaran HAM ini berdasarkan penyelidikan sementara yang dilakukan Komnas.
Ia mengungkapkan, indikasi pertama pelanggaran HAM adalah adanya upaya perampasan hak hidup terhadap korban penembakan yang dilakukan oleh anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan Kartasura.
"Dalam Pasal 4 dan Pasal 9 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, tertulis, setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya; kedua, setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin," kata Siti, dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (12/4/2013).
Indikasi kedua pelanggaran HAM yaitu adanya intimidasi terhadap petugas sipir penjaga Lapas Cebongan yang dilakukan oleh para pelaku. "Pada saat kejadian, mereka mengancam sipir dengan menggunakan senjata dan granat," ujarnya.
Indikasi ketiga, jelas Siti, kejadian tersebut menimbulkan rasa yang tidak nyaman di masyarakat, warga Sleman khususnya, dan warga Yogyakarta pada umumnya. "Dalam Pasal 30 UU yang sama disebutkan jika setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu," ujarnya.
Adapun, indikasi terakhir yaitu, ketika keempat tahanan dipindahkan dari Rutan Polda Yogyakarta ke Lapas Kelas II B Sleman, keempatnya mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian. Namun, saat sudah dititipkan, tidak ada penjagaan sama sekali dari pihak kepolisian. Padahal, pihak Lapas Cebongan telah meminta adanya penjagaan kepada pihak kepolisian.
"Jadi seolah ada pembiaran dari pihak kepolisian," kata Wakil Ketua Komnas HAM Dianto Bacriadi, dalam kesempatan yang sama.
Ia mengungkapkan, indikasi pertama pelanggaran HAM adalah adanya upaya perampasan hak hidup terhadap korban penembakan yang dilakukan oleh anggota Grup II Kopassus Kartasura.
"Dalam Pasal 4 dan Pasal 9 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, tertulis, setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya; kedua, setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin," kata Siti, dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (12/4/2013).
Indikasi kedua pelanggaran HAM yaitu adanya intimidasi terhadap petugas sipir penjaga Lapas Cebongan yang dilakukan oleh para pelaku. "Pada saat kejadian, mereka mengancam sipir dengan menggunakan senjata dan granat," ujarnya.
Indikasi ketiga, jelas Siti, kejadian tersebut menimbulkan rasa yang tidak nyaman di masyarakat, warga Sleman khususnya, dan warga Yogyakarta pada umumnya. "Dalam Pasal 30 UU yang sama disebutkan jika setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu," ujarnya.
Adapun, indikasi terakhir yaitu, ketika keempat tahanan dipindahkan dari Rutan Polda Yogyakarta ke Lapas Kelas II B Sleman, keempatnya mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian. Namun, saat sudah dititipkan, tidak ada penjagaan sama sekali dari pihak kepolisian. Padahal, pihak Lapas Cebongan telah meminta adanya penjagaan kepada pihak kepolisian.
"Jadi seolah ada pembiaran dari pihak kepolisian," kata Wakil Ketua Komnas HAM Dianto Bacriadi, dalam kesempatan yang sama.
Hasil temuan Komnas HAM ini berbeda dengan pernyataan Kementerian Pertahanan yang justru menganggap tidak ada pelanggaran HAM dalam peristiwa pembunuhan empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-B Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta. Untuk itu, Kemhan menganggap tidak perlu ada pengadilan HAM.
"Ini bukan pelanggaran HAM karena ada saran dikenakan Undang-Undang HAM. Kami ambil sikap tidak sependapat," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro saat jumpa pers di Gedung Kemhan, Jakarta, Kamis.
Seperti diberitakan, penyerangan Lapas Cebongan disebut berlatar belakang jiwa korsa yang kuat terkait pembunuhan Serka Santoso di Hugo's Cafe. Empat tersangka pembunuhan Santoso yang kemudian ditembak mati, yakni Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait.
Sebanyak 11 anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan disebut telah mengakui melakukan penyerangan. Mereka adalah Sersan Dua US, Sersan Satu S, Sertu TJ, Sertu AR, Serda SS, Sertu MRPB, Sertu HS, Serda IS, Kopral Satu K, Sersan Mayor R, dan Serma MZ.