Suap Makam Mewah Diduga Persaingan Bisnis Tanah
Dalam analisa Faturahman, seharusnya tanpa suap dan makelar, izin penggunaan lahan untuk makam elite di Jonggol itu bisa
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Wakil Bupati Bogor, Karyawan Faturachman, menyatakan siap diperiksa Komisi Pemeriksaan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap penerbitan izin Tanah Pemakaman Bukan Umum (TPBU) di Jonggol.
Orang nomor dua Kabupaten Bogor yang akrab disebut Karfat itu mengaku tak punya beban terhadap kasus yang telah menyeret Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Iyus Djuher, itu.
Faturahman mengakui dirinya selaku Wakil Bupati ikut terlibat dalam rangkaian proses pengajuan penerbitan izin penggunaan lahan untuk TPBU di Jonggol. Namun keterlibatan itu hanya sebatas proses administrasi birokrasi.
Ia menceritakan proses pengajuan izin hingga terbitnya surat izin penggunaan lahan seluas 100 hektar di Jonggol yang diketahui sebagian besar dimiliki negara.
Mulanya, PT Gerindo Perkasa dengan Sentot Susilo selaku Direktur Utama, mengajukan permohonan penerbitan izin ke Badan Perizinan Terpadu (BPT).
Dalam analisa Faturahman, seharusnya tanpa suap dan makelar, izin penggunaan lahan untuk makam elite di Jonggol itu bisa diterbitkan. Apalagi, BPT sudah menerbitkan izin yang diinginkan pemohon sebelum pihak pemohon dan sejumlah orang yang diduga makelar ditangkap pihak KPK pada 16 dan 17 April 2013.
"Sebetulnya tidak perlu lobi khusus kalau memang peruntukan sesuai dan dibolehkan. Tinggal ajukan saja pembayaran biaya-biaya retribusinya," kata Faturahman.
Ia mengaku belum mengetahui motif di balik suap-menyuap Rp 800 juta yang diduga melibatkan Sentot selaku pemohon, PNS Pemkab dan Ketua DPRD Kabupaten Bogor yang selaku perantara alias makelar.
Faturahman menduga aksi suap dan pelibatan makelar dalam pengajuan izin ini dilatarbelakangi persaingan bisnis tanah di Bogor.
"Mungkin si pemohon ini jadi pesaingan bisnis. Mungkin si pemohon itu memakai uang bank untuk modalnya. Sementara, dia ingin sesegera mungkin mengembalikan pinjaman bank itu, karena setiap hari bunganya kan bertambah. Kalau. srat izinnya tidak cepat diambil, maka bisa diambil duluan sama yang lainnya, pesaingnya," ungkap Faturahman.
Faturahman mengakui bahwa nama Sui Teng alias Cahyadi Kumala cukup tersohor di antara pebisnis tanah di Kabupaten Bogor. Namun ia mengaku belum mengetahui ada tidaknya keterkaitan pebisnis tersebut dengan Sentot Susilo maupun PT Gerinda Perkasa.
"Mungkin apa dia yang membiayainya, saya enggak tahu," ujarnya.
Menurut Faturahman, banyak hikmah dan pembelajaran yang bisa dipetik dari kasus dugaan korupsi yang terjadi di wilayahnya ini. Bahwa para pejabat eksekutif dan legislatif harus bisa memperbaiki sikap dan mental, serta bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan.
"Seharusnya perbaiki sikap dan mentalnya. Dia tidak takut hukuman, dia juga mungkin enggak takut sama yang namanya neraka. Kita enggak usah takut enggak makan besok. Kan semua sudah digariskan, misal wartawan dapat makan dari mana, pedagang dari mana, pejabat dari mana.
Jangan ikut-ikutan orang lain, ikuti diri sendiri," ucap Faturahman yang juga Ketua DPC PDIP Kabupaten Bogor.
Secara khusus, lanjut Faturahman, seharusnya pejabat bekerja dengan tulus dan demi rakyat.
"Mungkin mereka ngajinya belum selesai," selorohnya.