Istri Dua Terdakwa Kasus Chevron Mengadu ke KY
Selama mengikuti persidangan, pihak keluarga merasa ada banyak kejanggalan yang tak masuk akal.
Penulis: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Istri dua terdakwa kasus korupsi proyek fiktif bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia mendatangi Komisi Yudisial, untuk melaporkan majelis hakim yang diduga melanggar kode etik.
Mereka adalah Ratna Irdiastuti, istri Ricksy Prematuri; dan Sumi, istri Herland Bin Ompo.
Nur Ridhowati, pengacara terdakwa kepada wartawan, Selasa (14/5/2013) mengatakan, pelaporan ini menindaklanjuti pengaduan pada 25 April 2013, menanggapi jaksa penuntut umum yang menuntut dua kliennya, Ricksy (12 tahun pnjara) dan Herlan (15 tahun).
"Ada tiga hal yang kami laporkan, yakni perlakuan diskriminasi. Meski sama-sama terdakwa, dua orang ada dalam tahanan, dan empat orang berada di luar. Kami berkali-kali meminta penangguhan," ujarnya.
Selama mengikuti persidangan, pihak keluarga merasa ada banyak kejanggalan yang tak masuk akal. Pertama, soal waktu di mana kubu terdakwa diberi waktu menghadirkan saksi dalam seminggu dengan tiga persidangan, sedangkan jaksa penuntut umum diberi waktu empat bulan.
"Kejanggalan kedua, kami minta meninjau kembali ke lapangan, tapi tidak dikabulkan. Ketiga, saksi tidak bisa diakomodir karena waktu yang begitu mepet, dan yang paling disesalkan ketika ingin menghadirkan ahli bioremediasi tapi ditolak karena sudah habis waktu," paparnya.
Karena itu, kuasa hukum dan pihak keluarga terdakwa merasa hakim semena-mena menjatuhkan putusan.
"Kami melihat ada kepentingan lain. Semua ada 24 saksi, tapi dikasih waktu mepet, sementara jaksa empat bulan. Jadi, hanya sembilan saksi bisa dihadirkan," bebernya
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutus Ricksy, Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI), dengan hukuman lima tahun penjara, dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan penjara.
PT GPI juga diwajibkan membayar uang ganti rugi sebesar 3,089 dolar AS. Sementara, Herland, Direktur PT Sugimita Jaya, divonis enam tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan. Sedangkan PT Sumigita Jaya diwajibkan membayar uang pengganti 6,9 juta dolar AS. (*)