PBNU: Ditjen Pajak Belum Serius Berbenah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai Direktorat Jenderal Pajak belum serius membenahi prilaku pegawainya
Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai Direktorat Jenderal Pajak belum serius membenahi prilaku pegawainya, menyusul ditangkapnya kembali pegawai mereka oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kembali adanya oknum penyidik pajak yang ditangkap oleh KPK menimbulkkan pertanyaan bagi kami, apa benar Direktorat Jenderal Pajak sudah berbenah?" kata Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Sulton Fatoni dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (17/5/2013).
Belum lama ini penyidik KPK menangkap dua orang oknum penyidik pajak dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Timur. Mereka diduga menerima suap dari wajib pajak pada Rabu (15/5/2013).
Sulton menambahkan, penyelamatan uang pajak tidak cukup hanya mengandalkan sistem yang canggih, dan memamerkan bahwa penerimaan pajak sudah langsung di Bank Indonesia. Ditjen Pajak perlu membuktikan sudah melakukan pembenahan pegawai sejauh apa.
"Kan sudah lama diketahui titik lemah dan celah yang dapat dimanfaatkan untuk korupsi. Tapi praktek suap dan korupsi masih saja terjadi, lalu di mana perbaikannya?" tanya Sulton.
PBNU menaruh perhatian besar terhadap persoalan pengelolaan pajak karena sebagai uang rakyat harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan dan dijaga dengan benar agar tidak diselewengkan atau digunakan oleh orang atau kelompok tertentu.
Bahkan, dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Cirebon, Jawa Barat, pada September 2012, muncul wacana untuk menolak pembayaran pajak jika Pemerintah tidak bisa menjamin pemanfaatan dan pengamanan uang hasil pajak.
Secara resmi Munas dan Konbes NU itu akhirnya merekomendasikan kepada Pemerintah untuk lebih transparan dan bertanggung jawab terkait dengan penerimaan dan pengalokasian uang pajak, serta memastikan tidak ada kebocoran dan mengutamakan kemaslahatan warga negara terutama fakir miskin dalam penggunaan pajak.
PBNU akan mengkaji dan mempertimbangkan mengenai kemungkinan hilangnya kewajiban warga negara membayar pajak ketika pemerintah tidak dapat melaksanakan rekomendasi tersebut.
"Delapan bulan sudah rekomendasi Munas dan Konbes NU soal pajak itu diberikan kepada Presiden, dan kami masih mencermatinya," tandas Sulton.
Lebih lanjut Sulton menambahkan, kembali adanya penangkapan terhadap oknum penyidik pajak akan menjadi catatan tersendiri. "Pajak itu dana Allah untuk rakyat, bukan untuk oknum. Tentu kasus yang masih terus terulang ini jadi agenda penting bagi PBNU untuk terus mencermatinya," katanya.