Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Silakan Masyarakat Laporkan Caleg Tak Layak

Banyaknya caleg yang dianggap masyarakat tak layak, bahkan mengecewakan, Ketua DPP Partai Golkar Agun Gunanjar Sudarsa

Penulis: Johnson Simanjuntak
zoom-in Silakan Masyarakat Laporkan Caleg Tak Layak
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Ketua Komisi II DPR RI, Agun Gunanjar Sudarsa (kanan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyaknya caleg yang dianggap masyarakat tak layak, bahkan mengecewakan, Ketua DPP Partai Golkar Agun Gunanjar Sudarsa mempersilakan masyarakat mengkritisi caleg Golkar yang dinilai tidak layak atau tak pantas menjadi calon anggota legislatif (DPR RI).

"Golkar berterima kasih jika masyarakat mengkritisi caleg Golkar, dan ini sebagai kontribusi positif untuk kemajuan demokrasi ke depan," kata Agun yang juga Ketua Komisi II DPR RI dalam dialog ‘Refleksi 15 Tahun Reformasi’ bersama Ahmad Basyarah (FPDIP DPR), dan pengajar filsafat UI Donny Gahral, di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Senin (20/5/2013).

Seperti diberitakan banyaknya caleg yang dianggap masyarakat tak layak, bahkan mengecewakan, karena memiliki jejak rekam atau track record yang tidak jelas, khususnya dari kalangan artis maupun pemilik modal.

“Memang sekarang ini partai cenderung pragmatis termasuk dalam penyusunan caleg, dengan banyak artis maupun pengusaha,” ujarnya.

Agun mengakui jika anggota DPR RI saat ini sebagian besar juga merupakan hasil dari semangat pragmatisme. Hal itu bisa dilihat siapa saja yang benar-benar menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik, berapa orang yang memahami filosofi bangsa ini dalam menjalankan tugasnya, semua fraksi berebut menjadi anggota Badan Anggaran (Banggar), masuk ke komisi IV, Komisi XI dan seterusnya. Juga terjadi politik dinasti.

“Ternyata di pemerintahan juga demikian. Jadi, kita perlu evaluasi semua ini. Parpol harus menyadari itu, dan kalau tidak, jangan salahkan rakyat kalau memilih Golput,” ujarnya.

Demikian pula dengan lembaga survei, yang bebas mempublikasikan hasil surveinya, sementara penghitungan suara pemilu atau pilkada masih berlangsung.

Berita Rekomendasi

“Itu harusnya tak boleh. Jadi, 15 tahun reformasi ini terjadi problem etik, yang membuat kegaduhan politik,” katanya.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDIP Ahmad Basyarah mengatakan, selama 15 tahun reformasi baru melahirkan partai elektoral, atau partai peserta pemilu saja. Sebagai pilar demokrasi, seharusnya partai mampu melahirkan pemimpin dan kepemimpinan berdasarkan ideologi partai yang telah menggodoknya selama ini. Alhasil, partai cenderung hanya digunakan untuk meraih kekuasaan dan menghalalkan segala cara.

“Itu jelas bertentangan dengan reformasi sendiri. Padahal, reformasi menuntut berantas KKN, penegakan hukum, penghapusan dwi fungsi ABRI, otonomi daerah seluas-luasnya, dan amandemen UUD 1945. Jadi, elit parpol saat ini hanya melihat demokrasi untuk meraih kekuasaan,” kata Basyarah.

Menurut Donny, tuntutan mahasiswa dalam reformasi itu sesungguhnya sederhana saja, yaitu turunkan Soeharto, turunkan harga, hapuskan KKN, dan menjalankan demokrasi yang sebenar-benarnya.

“Kalau ternyata hasilnya mengecewakan, bahkan banyak aktivis yang terlibat korupsi ketika berkuasa, maka sanksinya adalah mereka tidak usah dipilih lagi, karena sudah tak mempunyai etika politik,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas