Golkar Prihatin Zulkarnaen Djabar Divonis 15 Tahun
Partai Golkar mengaku prihatin terhadap kadernya Zulkarnaen Djabar. Mantan Anggota Komisi VIII DPR itu divonis
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golkar mengaku prihatin terhadap kadernya Zulkarnaen Djabar. Mantan Anggota Komisi VIII DPR itu divonis 15 tahun penjara atas kasus korupsi pengadaan Alquran.
"Ini diluar perkiraan dia kan dapat 15 tahun. Kita ikut prihatin," kata Ketua DPP Golkar Hajriyanto Y Tohari ketika dikonfirmasi, Jumat (31/5/2013).
Hajriyanto mengatakan bila Zulkarnaen merasa keputusan tidak adil dan terzalimi maka disarankan untuk banding.
"Diharapkan Pak Zulkarnaen dapat menggunakan dengan sungguh-sungguh dan mengajukan argumen-argumen kuat berkenaan dengan vonis yang diterimanya itu," kata Wakil Ketua MPR itu.
Golkar, kata Hajriyanto, juga akan memberikan bantuan hukum dan pendampingan jika Zulkarnaein membantunya.
"Artinya meminta kepada DPP untuk memberikan bantuan hukum. Dan bantuan hukum itu diberikan jika diminta dalam konteks agar pak ZD juga mendapatkan hak-hak dan sekaligus perlindungan hukum yang diperlukan sebagaimana mestinya sebagai WN di negara hukum," tuturnya.
Sebelumnya, Anggota komisi VIII DPR, Zulkarnaen Djabar divonis 15 tahun penjara oleh majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Sementara, anak Zulkarnaen, Denny Prasetya divonis delapan tahun penjara. Majelis hakim menilai, Zulkarnaen dan Dendy, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi pengadaan Alquran dan laboratorium komputer Mts di Kementerian Agama tahun anggaran 2011-2012.
"Terdakwa I dan II terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Afiantara ketika membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/5/2013).
Pasangan ayah dan anak itu, juga diganjar membayar pidana denda, masing-masing senilai Rp 300 juta atau total Rp 600 juta subsider 1 bulan penjara.
Selain dituntut pidana penjara, kedua terdakwa juga diminta untuk membayar uang pengganti masing senilai Rp 5,7 miliar atau total Rp11,4 miliar.