Wajib Militer Bagi Buruh dan PNS Dianggap Diskriminatif
Aturan wajib militer pada RUU Komponen Cadangan mendapat reaksi dari masyarakat
Penulis: Ferdinand Waskita
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aturan wajib militer pada RUU Komponen Cadangan mendapat reaksi dari masyarakat. Terdapat pro-kontra mengenai aturan tersebut.
Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan RUU komponen cadangan merupakan RUU inisiatif pemerintah yang diserahkan kepada DPR pada tahun 2010 yang lalu.
"Kemudian oleh DPR khususnya Komisi I disosialisasikan kepada masyarakat , perguruan tinggi , pakar-pakar pertahanan (termasuk para purnawirawan TNI ) dan lain-lainnya," kata TB Hasanuddin kepada Tribunnews.com, Minggu (2/6/2013).
Ia mengatakan pendapat dari beberapa tokoh dan para pensiunan TNI disampaikan tentang gran strategi dan rencana strategi pembangunan TNI ke depan setidaknya sampai tahun 2024 melalui terwujudnya Minimum Essensial Forces ( MEF ). Kemudian dihadapkan dengan kemungkinan tidak adanya ancaman agresi militer 10 sampai 15 tahun ke depan.
"Dengan kekuatan TNI yang 420.000 ditambah peremajaan alut sista dan perbaikan kesejahtraan para prajuritnya , maka wajib militer yang berupa Komcad dianggap tidak harus menjadi prioritas," ujarnya.
Selain itu pada pasal 8 ayat (1) dan (2), Hasanuddin menganggap sebagai pasal diskriminatif . Pasalnya, mereka yang harus mengikuti wajib militer hanya PNS, buruh dan pekerja saja.
"Mengapa untuk artis atau mungkin pengusaha tidak kena wajib militer ?" tanya Politisi PDIP itu.
Padahal PNS , buruh dan pekerja jika menolak wajib militer maka mereka dapat dipidana sekurang kurangnya 1 tahun (sesuai pasal 38 ayat (1). Termasuk para pimpinan PNS/buruh dan pekerja dapat dikenakan pidana selama 6 bulan ( sesuai pasal 39 ) .
Ia mengatakan pasal lain yang sangat sensitif adalah pasal 14 ayat (1) dan (2) dimana sumber daya alam , sumber daya buatan , sarana dan prasarana BUMN/BUMD atau Badan Hukum Milik Perorangan.
"Dapat digunakan sebagai Komcad dan wajib diserahkan pemakaiannya , dan bila tak menyerahkannya dipidana penjara 1 tahun ( sesuai pasal 42 ayat ( 1 ). Pasal ini dianggap sebagai perampasan terhadap hak milik perorangan," katanya.