Pengamat Hukum Meminta Hakim Bebaskan Indar Atmanto
Andi menilai, banyak hal yang terkesan dipaksakan dalam kasus IM2.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Trisakti Andi Hamzah, meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pindak Korupsi (Tipikor) membebaskan terdakwa kasus Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto.
Permintaan Andi bukan tanpa alasan. Sebab, dalam repliknya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah melakukan kesalahan fatal.
Dalam repliknya di persidangan beberapa waktu lalu, JPU, berdasarkan pasal 29 ayat (1) UU 36/1999, menyimpulkan bahwa meskipun Indosat telah membayar BHP, IM2 tetap harus membayar BHP Frekuensi, karena IM2 adalah penyelenggara telekomunikasi sesuai pasal 29 ayat (1) UU 36/1999.
Padahal, UU tersebut tidak mengatur pembayaran BHP frekuensi, melainkan soal telekomunikasi khusus.
“Apa yang dilakukan JPU sangat ngawur, karena ini menyangkut nasib seseorang yang terkesan dibuat mainan. Salahnya tuntutan, mestinya disikapi bijak oleh majelis hakim tipikor. Menurut saya, tidak ada pertimbangan lain, selain membebaskan terdakwa dari seluruh jerat hukum yang dilakukan JPU. Karena, yang mereka lakukan dasarnya salah,” tutur Andi Hamzah saat dihubungi wartawan, Selasa (2/7/2013).
Andi juga berharap Jaksa Agung memberikan teguran yang keras kepada bawahannya, agar preseden buruk ini tidak memerparah wajah hukum di Indonesia,
“Jaksa Agung harus menegur keras bawahannya, karena ini menyangkut nasib seseorang,” imbuh pria kelahiran Sengkang, Sulawesi Selatan, 14 Juni 1933.
Andi menilai, banyak hal yang terkesan dipaksakan dalam kasus IM2. Di antaranya, dari sekian saksi yang dihadirkan, hampir semuanya menyatakan tidak ada pemakaian bersama, juga tidak mampunya JPU menunjukkan pembuktian dari tuntutannya, sehingga secara 'diam-diam' mengubah tuntutan.”
"Apa yang dilakukan JPU sangat tidak profesional. Ini harus mendapat teguran keras, karena melibatkan nasib seseorang yang harus diputus bebas,” paparnya.
Sementara, terdakwa dan penasihat hukum menyatakan, unsur 'dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara', tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, karena tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa. Juga, karena putusan sela PTUN bersifat mengikat dan tidak dapat digunakan.
Terdakwa dan penasihat hukum Andi memohon, majelis hakim menilai dan menyatakan bahwa perubahaan dakwaan dan inkonsistensi yang dilakukan penuntut umum serta kekeliruan-kekeliruannya, tidak dapat diterima.
Juga, menyatakan surat dakwaan penuntut umum sebagai 'salah orang' atau 'error in persona', sehingga terdakwa memohon dakwaan terhadapnya dinyatakan tidak dapat diterima.
Terdakwa dan penasihat hukum juga memohon agar terdakwa dibebaskan, atau setidaknya dilepaskan dari tuntutan hukum. (*)