Korupsi Alkes, Siti Fadillah Restui Menerobos Peraturan
Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadillah Supari mengaku menandatangani surat rekomendasi penunjukkan
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadillah Supari mengaku menandatangani surat rekomendasi penunjukkan langsung proyek pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka wabah flu burung pada Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik pada 2006.
Selain itu, ia juga menandatangani surat penggunaan sisa dana DIPA tahun anggaran 2006 dan pengadaan peralatan kesehatan untuk melengkapi Rumah Sakit Rujukan Penanganan Flu Burung, serta pengadaan Reagen dan Consumable penanganan virus flu burung tahun anggaran 2007 pada Ditjen Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan.
Kedati demikian, Siti mengklaim penandatanganan surat itu atas arahan dari mantan Sekretaris Jenderal Kemenkes, Sjafii Ahmad.
Dia selalu mengelak tidak tahu soal proses proyek pengadaan itu, dan menyerahkan semuanya kepada para bawahannya.
"Saya memang menandatangani rekomendasi penunjukkan langsung itu. Tetapi itu juga atas arahan pak Sekjen. Karena saya merasa dia lebih lama di Kemenkes dibanding saya, jadi saya ikut saja," kata Siti saat bersaksi untuk terdakwa Ratna Dewi Umar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (8/7/2013).
Merespon hal itu, Hakim I Made Hendra mencecar Siti soa kewenangannya sebagai menteri. Hakim Made Hendra mempertanyakan kapasitas Siti, mengapa sebagai menteri tidak tahu soal rincian proyek.
"Jadi kapasitas Anda sebagai menteri itu bagaimana? Kok proyek malah diserahkan ke bawahan. Padahal Anda sebagai Pengguna Anggaran kan juga perlu tahu," kata Hakim Hendra.
Namun, Siti tetap berkilah hal itu tidak bertentangan dengan aturan. Dia justru beralasan penandatanganan rekomendasi itu harus menerobos aturan karena terdesak dalam situasi Kejadian Luar Biasa flu burung.
"Memang buat proyek di bawah Rp 50 miliar saya tidak perlu tanda tangan persetujuan. Tapi ya saya kan terpaksa menandatangani karena situasi KLB itu," kata Sitti.
"Kan pengadaannya sudah dipecah-pecah. Nilainya juga tidak sampai Rp 50 miliar. Kenapa mesti harus menandatangani rekomendasi? Berarti keterangan saudara tidak konsisten dong," kata Hakim Made Hendra.
"Ya saya ikut saja apa kata Sekjen. Saya merasa jawaban saya tetap konsisten," jawab Siti.