Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Masih Banyak Guru di DKI Belum Sarjana

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, memerintahkan semua guru harus berpendidikan sarjana (S1) pada 2015.

zoom-in Masih Banyak Guru di DKI Belum Sarjana
DOK TRIBUNNEWS.COM
ILUSTRASI 

Laporan Wartawan Warta Kota, Ahmad Sabran

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, memerintahkan semua guru harus berpendidikan sarjana (S1) pada 2015.

Namun, di DKI Jakarta masih banyak guru yang belum sarjana. Artinya, tersisa dua tahun lagi untuk memenuhi target pemerintah.

Berdasarkan data di laman Dinas Pendidikan DKI Jakarta, jumlah guru SD yang sudah sarjana sebanyak 18.700 orang, terdiri dari lulusan S1 sebanyak 18.172 orang, S2 sebanyak 518 orang, dan S3 sebanyak 10 orang.

Sedangkan guru SD yang belum sarjana sebanyak 22.253 orang. Terdiri dari 4.227 lulusan SMA, 579 guru lulusan D1, 15.326 guru lulusan D2, dan 2.121 lulusan D3.

Semua jumlah ini terdiri dari guru sekolah negeri dan sekolah swasta. Untuk guru SMP, yang sudah sarjana sebanyak 18.357 orang, dan yang belum sarjana sebanyak 6.199 orang, terdiri dari 411 guru lulusan SMA, 1.503 guru lulusan D1, 779 guru lulusan D2, dan 3.506 guru lulusan D3.

Menurut Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo, sudah seharusnya pemerintah pusat dan daerah menyediakan anggaran untuk mendorong para guru menyelesaikan studinya hingga tingkat sarjana.

BERITA TERKAIT

”Ini amanah undang-undang, bahwa setiap guru harus berpendidikan minimal S1. Dalam pasal 13 disebutkan bahwa kewajiban pemerintah menyediakan anggaran meningkatkan jenjang pendidikan guru," ujarnya, Selasa (16/7/2013).

Sulistyo menjelaskan, tidak mungkin pemerintah hanya memerintah guru untuk berkuliah tanpa dibiayai.

”Bisa saja mundur dari 2015, sebab tidak ada anggaran untuk itu. Bagi guru DKI yang PNS, mungkin bisa kuliah. Tapi, guru swasta yang bergaji kecil, mereka lebih baik untuk sekolah anaknya daripada untuk kuliah lagi,” tuturnya.

Sulistyo menyatakan, bukan tidak mungkin PGRI menggugat pemerintah, karena tidak menyediakan anggaran kuliah bagi para guru.

”Ini namanya pemerintah melanggar undang-undang, mereka mengabaikan pendidikan guru. Harusnya ada komitmen berupa penyediaan anggaran kuliah bagi guru yang belum sarjana, sehingga secara bertahap bisa. Lah, ini sejak 2006 sampai sekarang belum dianggarkan juga, guru-guru terpaksa pakai biaya sendiri,” bebernya.

Seharusnya, lanjut Sulistyo, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa menggunakan anggaran yang tidak terserap, untuk menguliahi guru. (*)

Tags:
Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas