Keputusan DKPP Soal Pilgub Jatim Bisa Spektakuler
Kemudian mengembalikan hak konstitusional pasangan Khofifah-Herman sebagai cagub dan cawagub Jatim
Penulis: Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pimpinan Prof Dr Jimly Asshiddiqie yang sedang menyidangkan untuk ketiga kalinya komisioner KPU Jatim Senin (29/7/2013) ini, bisa jadi melahirkan putusan spektakuler yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Misalnya, memberhentikan anggota KPU Jatim yang terbukti melanggar etika. Bila ada korupsi dan tindak pidana lain, dilimpahkan ke Polri atau kejaksaan untuk diproses lebih lanjut. Kemudian mengembalikan hak konstitusional pasangan Khofifah-Herman sebagai cagub dan cawagub Jatim, dan mendiskualifikasi pasangan calon yang terbukti jadi mastermind (aktor intelektual) di balik skandal demokrasi ini.
Hal ini disampaikan Adhie M Massardi, inisiator Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih kepada wartawan di Jakarta pagi ini (29/7/2013).
Jubir presiden era Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) ini memang terus memantau jalannya sidang DKPP terhadap anggota KPU Jatim yang digugat pengacara Otto Hasibuan, karena diduga berkomplot dengan kandidat cagub-cawagub yang diusung Partai Demokrat untuk mendepak pesaing kuatnya, Khofifah Indar Parawansa - Herman S Sumawiredja dari arena pilgub Jatim.
Kemungkinan DKPP melahirkan putusan spektakuler itu, menurut sekjen MKRI (Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia) ini, karena dalam sidang yang digelar Jumat (26/7/2013) lalu, KPU Jatim tidak bisa membuktikan netralistasnya dalam menentukan peserta pilgub.
Bahkan kemampuan KPU Jatim yang sukses mendatangkan ke ruang sidang sekjen Partai Kedaulatan (PK) dan sekjen PPNUI yang diusulkan pimpinan DKPP kurang dari 24 jam sebelumnya, seperti menjelaskan kongkalikong itu.
Sebab gara-gara kedua sekjen (PK dan PPNUI) yang atas nama partainya mendukung Karsa, pasangan yang diusung Partai Demokrat dll itu membuat KPU Jatim menganulir dukungan PK dan PPNUI yang justru ditandatangani ketum kedua partai itu. Akibatnya, dukungan suara parpol bagi pasangan Khofifah-Herman jadi tidak memenuhi syarat.
“Padahal dari sisi administrasi kepartaian, dukungan PK dan PPNUI itu 100% sah. Jadi kalau mengunakan moral demokrasi dan akal sehat, bukan akal bulus, pasangan Khofifah-Herman tak ada masalah,” ujar Adhie.
Makanya, ia sepakat dengan pakar tata negara Dr Irman Putrasidin dan Maruarar Siahaan, SH (saksi) ahli dalam perkara ini. Pelanggaran etika yang dilakukan penyelenggara pemilu dampaknya memang bisa merugikan negara dan bangsa secara serius dan berkelanjutan. Karena bisa melahirkan kepala daerah yang tidak jujur, korup dan mengingkari amanat rakyat.