Efektifitas Larangan Beriklan Menteri Tergantung KPU-Bawaslu
Efektif tidaknya larangan itu, sepenuhnya bergantung pada kesungguhan KPU dan Bawaslu menerapkan aturan.
Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Efektifitas larangan pejabat negara atau menteri yang maju sebagai calon legislatif mendompleng sosialisasi diri dalam iklan layanan masyarakat, ditentukan pada kesungguhan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Efektif tidaknya larangan itu, sepenuhnya bergantung pada kesungguhan KPU dan Bawaslu menerapkan aturan. Juga harus ada dukungan, komitmen publik ikut mengawal penerapannya," ujar Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraeni di Jakarta, Senin (19/8/2013).
Titi menilai, larangan bagi pejabat negara dan menteri untuk tidak menjadi bintang dalam iklan layanan masyarakat harus diapresiasi. Pasalnya, iklan layanan masyarakat jika digunakan caleg tersebut, bisa dikategorikan sosialisasi diam-diam dengan uang negara.
"Iklan layanan masyarakat sangat rentan dimananfaatkan oleh lembaga-lembaga negara yang dipimpin oleh pejabat yang berafiliasi dengan partai politik tertentu. Apalagi kalau komitmen etik si pejabat rendah," tambah Titi.
Pengalaman di banyak pilkada, kata Titi, anggaran belanja daerah saja berdasar putusan-putusan MK, secara terang-terangan dimanfaatkan kepala daerah yang pengurus parpol. Apalagi untuk publikasi yang menumpang pada iklan layanan masyarakat di mana dibiayai dari anggaran daerah.
"Pejabat kita tak ada urgensinya tampil di iklan layanan masyarakat, selain tak ada manfaatnya pesan yang disampaikan juga membosankan dan monoton. Tidak sebanding dengan nilai dan pesan yang ingin disampaikan," celetuknya.
KPU mewanti-wanti pejabat negara atau menteri yang maju mencalonkan sebagai anggota dewan tak menggunakan sosialisasi program lembaganya yang dikemas lewat iklan layanan masyarakat, terhitung peraturan sudah diundang-undangkan.
Larangan itu sudah diatur dalam Peraturan KPU perubahan atas Peraturan KPU No 1 Tahun 2013, yang sedang menunggu persetujuan Kementerian Hukum dan HAM.
"Pejabat negara di pusat dan daerah yang ikut pemilu tak boleh memanfaatkan iklan layanan masyarakat. Misalnya menteri, atau kepala DPRD, iklan tentang hemat listrik. Dia berkampanye tapi memanfaatkan iklan masyarakat yang dibiayai negara," ujar komisioner KPU Sigit Pamungkas pekan lalu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.