Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Industri Migas Rawan Penyimpangan Sejak Zaman BP Migas

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, industri minyak bumi dan gas (migas) memiliki banyak celah dan amat rawan penyelewengan.

Penulis: Bahri Kurniawan
zoom-in Industri Migas Rawan Penyimpangan Sejak Zaman BP Migas
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, industri minyak bumi dan gas (migas) memiliki banyak celah dan amat rawan penyelewengan.

ICW menduga, kasus dugaan suap yang melibatkan Kepala SKK Migas non aktif Rudi Rubiandini, bukanlah satu-satunya penyelewengan yang terjadi.

Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas mengatakan, dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sepanjang 2009-2012, terdapat 28 temuan dugaan penyelewengan dengan nilai Rp 207.112.380.00 atau 137.143.740 dolar AS, di lembaga yang saat itu masih bernama BP Migas.

"Juga terdapat 266 temuan dugaan penyimpangan dalam Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), dengan total nilai mencapai Rp 107.080.390.000 atau USD 1.869.919.410," ujar Firdaus dalam konferensi pers di Kantor ICW, Jakarta, Selasa (20/8/2013).

BPK melakukan audit sejak 2009-2012, ketika SKK Migas masih bernama BP Migas, yang ketika itu dipimpin Raden Priyono. Karena itu, Firdaus menilai perlu adanya tindak lanjut dari temuan-temuan yang ada.

Terkait kasus suap sebesar  700 ribu dolar AS yang melibatkan Rudi Rubiandini, Firdaus menyebut kasus tersebut terhitung kecil, jika dibandingkan perputaran uang dalam industri migas yang mencapai Rp 1.000 triliun per tahun.

Ia berharap, momentum ini dapat dijadikan sebuah langkah untuk membongkar kebobrokan industri migas Tanah Air, termasuk saat pengelolaannya berada dalam seragam BP Migas.

Berita Rekomendasi

"Kami melihat ini sebagai cerita lama, karena kerawanan penyimpangan dan potensi tindak pidana telah lama terungkap (saat masih bernama BP Migas). Adakah dari sekian banyak dugaan yang telah selesai dalam ranah hukum? Kami tidak melihat itu," tutur Firdaus. (*)

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas