Konflik Setgab Kian Meruncing Gara-gara RUU Pilpres?
Konflik internal Setgab, koalisi partai politik pendukung pemerintah, berpotensi kian meruncing jelang Pemilu 2014.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanuddin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konflik internal Setgab, koalisi partai politik pendukung pemerintah, berpotensi kian meruncing jelang Pemilu 2014. Hal itu terlihat dalam pembahasan revisi UU Pilpres Nomor 42 Tahun 2008 di Badan Legislasi (Baleg) DPR dalam beberapa waktu terakhir. Pembahasan RUU Pilpres dilanjutkan pada rapat pleno pada 3 Oktober mendatang.
Informasi yang diperoleh Tribunnews.com, Senin (30/9/2013), parpol besar di Setgab seperti Golkar dan Demokrat tetap mempertahankan ambang batas pencapresan (presidential threshold) 20 persen. Hal itu akan menutup peluang partai menengah seperti PPP, PAN, PKS, dan PKB mengajukan calon Presiden.
"Posisi Demokrat masih tetap, UU Pilpres yang lama masih relevan untuk Pilpres 2014," kata Syarief Hasan, Senin (30/9/2013).
Atas hal itu, tidak ada perubahan ambang batas pengajuan capres tetap 20 persen. Hanya partai politik dengan perolehan suara 20 persen yang berhak mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden.
Padahal partai menengah anggota Koalisi seperti PPP menginginkan ambang batas diturunkan sampai 3,5 persen sehingga partai mereka bisa mengajukan calon presiden.
Sekjen DPP PPP, M. Romahurmuziy, dalam keterangannya, Senin (30/9/2013), mengatakan revisi UU Pilpres jangan menyangkut kepentingan partisan.
"Harus kepentingan nasional yang dikedepankan. Kebutuhan bangsa ini menghadapi transisi kepemimpinan nasional 2014 adalah, sebanyak mungkin tokoh terbaik bangsa dicalonkan Presiden agar masyarakat punya pilihan," kata Romi panggilan akrab Romahurmuziy.
Ia mengimbau partai politik yang mendapat suara rakyat lebih besar agar mengembalikan ambang batas pencapresan (presidential threshold) ke angka 3,5 persen sesuai parliamentary threshold. Angka itu jelas Romi akan memudahkan munculnya putra terbaik bangsa.
"Jangan gunakan falsafah, kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah. Jangan juga bangun argumentasi yang menyesatkan seperti perlunya dukungan persentase pengusungan yang besar untuk penguatan sistem presidensiil, karena landasan ketatanegaraan dan praktek politiknya jelas tidakk ada kaitannya antara perolehan suara pengusungan yang besar dengan stabilitas kepresidenan," kata Romi.
Apalagi dalam prakteknya, lanjut Romi, seringkali dukungan parlemen sifatnya pragmatis dan tematik, bukan ideologis dan permanen.
"Parpol itu tugasnya melayani dan memfasilitasi kebutuhan politik nasional, bukan mengadang atau membelokkannya," kata dia.
Selain PPP dan PKS, partai politik di luar Setgab yang menginginkan presidential treshold diturunkan adalah Partai Gerindra dan Partai Hanura. Belum ada tanggapan dari masing-masing partai soal meruncingnya konflik di Setgab soal perbedaan angka presidential threshold.