KY Sayangkan Kewenangan Mengawasi MK Dihapus
Anggota Komisi Yudisial (KY), Imam Anshori Saleh, mengatakan penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sangat
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi Yudisial (KY), Imam Anshori Saleh, mengatakan penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sangat memalukan dan pukulan berat dari dunia hukum.
"Ada lembaga tinggi negara yang menegakkan kontitusi kok melakukan tindakan tercela," ujar Imam dalam rilis yang diterima Tribunnews, Jakarta, Kamis (3/10/2013).
Imam menambahkan pentingnya MK mendapat pengawasan. Namun, kata dia, sejak terbentuk pada tahun 2003 silam, tidak ada lembaga yang mengawasi MK.
Padahal, kata dia, KY memiliki kewenangan untuk mengawasi MK dalam UU KY tahun 2004. Namun, tahun 2006 MK membatalkan kewenangan tersebut.
"Dihapuskan, artinya, lembaga itu berjalan tanpa ada pengawasan, etik, moral, dan perilaku hakimnya, sehingga kita perlu berpikir ke depan bagaimana agar dalam hal ini kewenangan KY untk mengawasi semua hk termasuk Mk juga dilakukan, paling tidak untuk mengurangi hal seperti ini," kata Imam.
Selain itu, Imam juga menyoroti komposisi hakim MK yang terdiri dari tiga hakim berasal dari pemerintah dan presiden, tiga hakim dari MA, dan tiga hakim dari DPR.
Menurut Imam, akhir-akhir ini banyak protes dari LSM dimana semua yang sebenarnya kewenangan presiden yakni tiga orang hakim diisi oleh orang bekas anggota parpol. Imam pun menyebut nama hakim Hamdan Zoelva dan Patriali Akbar yang berasal dari unsur pemerintahan namun bekas anggota partai.
"jadi kita sangat khawatir dengan kondisi sekarang karena pola rekrutmen yang tidak konsisten dengan tujuan dari pemilihan hakim konstitusi yang masuk di MK itu," tukas Imam.
Sebelumnya, Akil ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dugaan suap sidang pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.