KontraS Kritik SBY yang Sodorkan Calon Tunggal Kapolri
Presiden SBY dianggap merusak tradisi dan mekanisme pengajuan Kapolri yang hanya mencalonkan nama tunggal, Komjen Sutarman.
Penulis: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dianggap merusak tradisi dan mekanisme pengajuan Kapolri yang hanya mencalonkan nama tunggal, Komjen Sutarman.
Pencalonan itu tanpa disertai alasan dan akuntabilitas yang transparan, sehingga Komisi III DPR dan publik tidak tahu.
Demikian disampaikan Koordinator KontraS Haris Azhar, dalam konferensi pers kepada wartawan di KontraS, Jakarta, Minggu (13/10/2013).
Menurut Haris, seharusnya SBY juga memberikan alternatif pembanding dalam pemilihan calon Kapolri.
"Karenanya, KontraS menyesalkan kebijakan yang diambil Presiden SBY terkait mekanisme pemilihan calon Kapolri yang belakangan lebih condong mengajukan calon tunggal, tanpa disertai alasan dan mekanisme akuntabilitas yang transparan," tutur Haris.
Penyesalan KontraS disebabkan karena sebelumnya terdapat setidaknya sembilan nama calon Kapolri. Model ini serupa dengan proses pemilihan Panglima TNI, di mana Presiden SBY juga mencalonkan satu orang, yakni Jenderal TNI Moeldoko.
Setidaknya, kata Haris, ada dua efek negatif dan positif dalam percepatan penggantian Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Pertama, pada 2014 akan menghadapi Pemilu Legislatif yang tentu saja membutuhkan sosok Kapolri yang mumpuni, berpengalaman, dan rekam jejak baik.
Kedua, dari sisi positif, sepanjang kepemimpinan Timor, Polri tidak menunjukkan prestasi yang luar biasa. Justru, Polri masih banyak dihinggapi persoalan kekerasan terhadap masyarakat sipil. Bahkan, sikap Timur tidak jelas ketika menghadapi beragam pelaku kekerasan dan intimidasi terhadap kelompok minoritas.
Setidaknya, sesuai ketentuan UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri, penggantian Kapolri bisa karena meninggal dunia, mengundurkan diri, tidak bisa melaksanakan tugas karena sakit berat, terlibat pidana berat, dan pensiun.
"Makanya, KontraS mengingatkan alasan percepatan penggantian calon Kapolri, seharusnya disampaikan dan dikomunikasikan kepada publik dan media, sehingga tidak memicu spekulasi yang berkepanjangan," papar Haris. (*)